Denada S Putri
Kamis, 10 Juli 2025 | 17:09 WIB
Ilustrasi gereja Toraja. [Ist]

SuaraKaltim.id - Polemik pendirian Gereja Toraja di Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang, terus berlanjut dan kini masuk ke meja legislatif.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda melalui Komisi IV mengambil langkah untuk mempertemukan berbagai pihak dalam suasana dialog dan klarifikasi.

Rapat Dengar Pendapat (RDP) digelar pada Selasa, 8 Juli 2025, di ruang utama lantai 2 gedung DPRD Samarinda.

Ketua Komisi IV, Mohammad Novan Syahronny Pasie, mengatakan forum ini dihadiri sejumlah stakeholder penting seperti Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), Kementerian Agama (Kemenag) Samarinda, Kesbangpol, pihak kecamatan dan kelurahan, serta tokoh masyarakat dan kepolisian.

“Jadi tadi semua sudah menyampaikan kondisi-kondisi yang ada berkaitan tentang proses. Memang disampaikan tadi dari pihak FKUB sudah mengeluarkan rekomendasi berdasarkan langkah-langkah dan tahapan-tahapan yang sudah mereka jalankan. Begitupun juga dari Kemenag,” ungkap Novan, disadur dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Kamis, 10 Juli 2025.

Namun, dalam pertemuan tersebut juga terungkap adanya keberatan dari sebagian warga.

Mereka menyatakan tidak sepenuhnya paham bahwa dukungan yang diminta berkaitan dengan pembangunan rumah ibadah.

Kondisi ini memunculkan dugaan bahwa dokumen dukungan yang digunakan bisa saja dipahami berbeda oleh warga yang menandatanganinya.

“Karena itu yang menjadi permasalahan, bahwasanya ada diduga masyarakat di sana yang tidak merasa permintaan persetujuan tersebut adalah untuk pembangunan tempat ibadah. Itu penyampaian dari bahkan klausul dari surat LPM sebelumnya,” jelasnya.

Baca Juga: Samarinda Gratiskan Buku Pelajaran SD dan SMP Negeri, Pemkot Pastikan Tak Ada Lagi Pungutan

Novan juga menyoroti perlunya kejelasan dalam penafsiran aturan terkait pendirian rumah ibadah, terutama syarat dukungan dan jumlah jemaah sebagaimana diatur dalam SKB Dua Menteri.

“Jadi di situ kan memang disebutkan 90 orang jemaah, 60 orang adalah yang memberikan dukungan. Bicara masalah penafsiran 60 itu apakah di radius RT di tempat didirikan? Macam-macam tafsirnya. Kalau di situ tidak dijelaskan secara detail,” lanjutnya.

Meski pihak FKUB mengklaim telah mengikuti seluruh prosedur—termasuk menyaksikan langsung proses penandatanganan—namun muncul pendapat berbeda dari kuasa hukum warga RT 24 dan tokoh masyarakat, yang menilai masih ada prosedur administratif yang belum sepenuhnya dijalankan.

Bahkan, pihak kelurahan turut mengamini hal tersebut.

“Kami tidak menyampaikan ataupun tidak mengiyakan bahwasanya hal tersebut adalah cacat hukum, tidak. Kita belum masuk ke ranah sana karena ini belum masuk dalam proses sengketa hukum,” kata Novan menegaskan.

Guna mencari solusi bersama, DPRD Samarinda berencana kembali mempertemukan pihak Gereja Toraja dengan warga yang menyampaikan keberatan, dengan melibatkan instansi teknis dan tokoh masyarakat untuk membuka ruang komunikasi lebih jernih.

“Jadi kita akan melakukan pertemuan kembali ke semua pihak, khususnya nanti kita mengundang pihak yang mengusulkan gereja tersebut bersama tokoh masyarakat. Untuk kapan dan waktu pelaksanaannya akan kita jadwalkan nanti,” pungkasnya.

Dituduh Palsukan Tanda Tangan, Kuasa Hukum Gereja Toraja: Kami Ikuti Semua Prosedur

Di tengah polemik pendirian rumah ibadah Gereja Toraja Samarinda Seberang, Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kalimantan Timur (AAKBB Kaltim) menyatakan kesiapan pihaknya untuk berdialog secara terbuka dan menjawab segala tuduhan yang beredar.

Salah satu isu yang mencuat adalah dugaan pemalsuan tanda tangan dalam syarat administrasi pendirian rumah ibadah, yang disebut berasal dari laporan warga RT 24.

Ketua AAKBB Kaltim, Hendra Kusuma, menegaskan bahwa seluruh proses yang dijalani pihak Gereja Toraja sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Ia menyebut semua dokumen persyaratan telah dipenuhi secara lengkap.

"Diketahui, pihak Gereja Toraja telah mengantongi sejumlah persyaratan untuk pendirian rumah ibadah. Mulai dari Surat Rekomendasi FKUB, Surat Rekomendasi Kemenag Samarinda, hingga dukungan syarat 60 orang dan 90 pengguna Gereja Toraja Sungai Keledang," jelas Hendra, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Kamis, 10 Juli 2025.

Terkait tuduhan pemalsuan tanda tangan, ia menegaskan bahwa beban pembuktian ada di pihak yang melayangkan tuduhan, bukan pada pihak Gereja.

"Ketika muncul persoalan yang menyebutkan adanya pemalsuan dan sebagainya, kami persilakan pihak yang keberatan untuk melaporkan hal tersebut secara resmi ke pihak berwajib," ujarnya.

"Kami tegaskan kembali, kalau memang ada dugaan pemalsuan tanda tangan, silakan buktikan. Siapa yang tanda tangannya dipalsukan, berapa banyak, jangan hanya menyampaikan secara lisan," sambungnya.

Lebih lanjut, Hendra mengingatkan bahwa jumlah dukungan yang diperoleh dalam proses pengurusan pendirian rumah ibadah justru melebihi syarat minimal yang ditentukan pemerintah.

"Perlu diingat, dalam aturan SKB Dua Menteri, syarat pendirian rumah ibadah adalah minimal 60 pendukung dan 90 pengguna. Dalam kasus kami, ada 105 orang yang telah memberikan dukungan," tambahnya.

Namun, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Samarinda untuk membahas persoalan ini, pihaknya mengaku tidak diundang secara resmi.

"Kami tidak dapat surat undangan resmi, sempat saya tanyakan juga ke pendeta Gereja Toraja, bahwa memang tidak terima surat undangan RDP itu," ujarnya.

Meski begitu, Hendra menegaskan bahwa pihaknya terbuka untuk hadir dalam forum apapun yang bersifat resmi dan konstruktif demi mencari jalan keluar atas hambatan yang terjadi.

"Kami siap hadir jika diundang secara resmi, karena kami ingin kita duduk bareng menyelesaikan apa yang menjadi permasalahan terhambatnya proses pendirian rumah ibadah ini," tuturnya.

Load More