Denada S Putri
Minggu, 03 Agustus 2025 | 21:01 WIB
Ilustrasi kemarau di Kaltim. [Istimewa]

SuaraKaltim.id - Kekeringan akibat kemarau panjang mulai dirasakan di sejumlah wilayah Kalimantan Timur (Kaltim).

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan bahwa musim kemarau di wilayah ini berpotensi berlangsung hingga awal Oktober 2025, dengan dampak yang perlu diwaspadai seperti defisit air dan meningkatnya risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Kepala BMKG Stasiun Kelas I Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan Balikpapan, Kukuh Ribudiyanto, menyampaikan bahwa berdasarkan analisis per 20 Juli 2025, beberapa wilayah seperti Paser, Kutai Kartanegara, dan sebagian Kutai Timur (Kutim) sudah memasuki musim kemarau.

Hal itu disampaikan Kukuh saat dirinya ada di Balikpapan, Sabtu, 2 Agustus 2025.

“Kondisi ini dikarenakan minim curah hujan dalam seminggu hingga 10 hari terakhir, yang mengakibatkan munculnya banyak titik panas,” ujar Kukuh disadur dari ANTARA, Minggu, 3 Agustus 2025.

BMKG mencatat delapan titik panas dengan tingkat kepercayaan tinggi pada 29 Juli 2025, mayoritas berada di wilayah Kutim dan Berau.

Selain itu, lebih dari 100 titik panas dengan tingkat kepercayaan sedang hingga rendah turut terpantau dan tetap perlu diwaspadai.

“Dalam kurun waktu seminggu hingga 10 hari terakhir, hampir seluruh wilayah Kaltim tidak ada hujan,” katanya.

Meski begitu, Kukuh menjelaskan bahwa musim kemarau tahun ini tidak sepenuhnya kering. Masih ada peluang hujan lokal, meski intensitas dan sebarannya tidak merata.

Baca Juga: BMKG: Pasang Laut 2,9 Meter Berpotensi Ganggu Aktivitas Pesisir Balikpapan

"Walaupun nanti pada perjalanannya di Kaltim ini tidak sampai 0 mm hujannya, karena masih ada potensi hujan pada Agustus dan September, kita tetap harus waspada terhadap defisit air atau kemarau sampai awal Oktober," ujarnya.

BMKG pun mengimbau masyarakat untuk terus memperhatikan pembaruan informasi cuaca dan peringatan dini guna mengantisipasi risiko lebih besar akibat kekeringan.

"Hal ini penting untuk mengantisipasi dampak yang mungkin timbul, seperti krisis air bersih dan kebakaran hutan dan lahan," katanya.

Load More