Denada S Putri
Senin, 13 Oktober 2025 | 15:30 WIB
Ilustrasi Tenaga Non-DIPA MA. [Ist]
Baca 10 detik
  • Sebanyak 1.138 honorer non-DIPA Mahkamah Agung merasa dianaktirikan karena tidak diakomodasi dalam seleksi PPPK 2024, meski telah bekerja bertahun-tahun dan memenuhi syarat masa kerja minimal dua tahun.

  • Dana Rp420 miliar anggaran MA disebut akan dialihkan untuk tenaga outsourcing, bukan untuk honorer non-DIPA yang selama ini gajinya tidak bersumber dari APBN.

  • Solidaritas Honorer Non DIPA mengirim surat dan karangan bunga ke MA sebagai bentuk protes atas kebijakan yang dinilai tidak sesuai amanah Menpan RB No. 374/2024 dan menuntut kejelasan status kerja.

 
 

SuaraKaltim.id - Gelombang kekecewaan tengah melanda ribuan tenaga honorer non-DIPA di lingkungan Mahkamah Agung (MA) RI.

Mereka merasa dianaktirikan setelah tidak diakomodasi dalam proses seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun anggaran 2024, meski telah bekerja bertahun-tahun tanpa henti.

Salah satu perwakilan Solidaritas Honorer Non DIPA Mahkamah Agung mengungkapkan, berdasarkan pendataan internal yang dilakukan MA per September lalu, terdapat 1.138 orang tenaga honorer non-DIPA yang gajinya tidak bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Jumlah itu, kata dia, dibuktikan melalui Surat Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM) yang ditandatangani oleh sekretaris di masing-masing satuan kerja (satker).

“Kami sudah didata oleh MA untuk honor yang non-DIPA, totalnya ada 1.138 orang. Tapi sampai sekarang belum ada kejelasan nasib kami,” ujar perwakilan Solidaritas Honorer Non DIPA kepada media ini, melalui aplikasi pesan instan, Senun, 13 Oktober 2025.

Menurutnya, Mahkamah Agung memiliki total anggaran sekitar Rp 420 miliar untuk penggajian honorer yang bersumber dari DIPA.

Namun, dana tersebut justru akan dialihkan untuk tenaga alih daya (outsourcing), bukan bagi honorer non-DIPA yang telah lama mengabdi.

“Dana yang ada itu malah akan dipakaikan ke OS (outsourcing). Padahal kami ini sudah bekerja bertahun-tahun, bahkan ada yang sampai 20 tahun,” katanya.

Ia menjelaskan, dari hasil pendataan mandiri sebelumnya di seluruh Indonesia, jumlah honorer non-DIPA tercatat sekitar 603 orang.

Baca Juga: Pengamat Ingatkan Rotasi Pejabat Kaltim Tak Jadi Ajang Politik Balas Budi

Namun, pada gelombang kedua rekrutmen PPPK, terdapat 903 orang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).

“Kami disuruh daftar dengan syarat aktif bekerja minimal dua tahun, tapi saat verifikasi berkas malah dianggap TMS. MA menitikberatkan hanya pada honorer yang gajinya dari DIPA,” ujarnya.

Solidaritas Honorer Non DIPA menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri PANRB Nomor 374 Tahun 2024, yang menyebutkan bahwa tenaga non-ASN yang aktif bekerja sekurang-kurangnya dua tahun secara terus menerus berhak mengikuti seleksi PPPK.

“Kami menilai MA tidak menjalankan amanah Menpan RB Nomor 374 Tahun 2024. Ini tidak adil, karena kami memenuhi kriteria tapi malah dipinggirkan,” tegasnya.

Kekecewaan itu bahkan mendorong para honorer mengirimkan surat resmi kepada Ketua Mahkamah Agung (KMA) pada 22 Agustus 2025, tepat setelah peringatan Hari Ulang Tahun MA.

Isi surat tersebut menyampaikan rasa kecewa karena tidak ada perhatian terhadap nasib mereka, bahkan tidak diangkat sebagai PPPK paruh waktu.

Load More