Denada S Putri
Selasa, 14 Oktober 2025 | 20:16 WIB
Ilustrasi curhat dengan Chat GPT. [Ist]
Baca 10 detik
  • Psikolog Klinis Isfandiya Maulidina mengingatkan agar masyarakat tidak menjadikan kecerdasan buatan (AI) sebagai tempat curhat utama karena responsnya belum tentu sesuai kebutuhan emosional individu.

  • Penggunaan AI secara berlebihan untuk curahan hati dapat menimbulkan ketergantungan emosional, mengganggu kesehatan mental, dan mengurangi kemampuan berinteraksi sosial.

  • Isfandiya menegaskan, AI hanya layak dijadikan sarana refleksi ringan, sementara masalah psikologis yang sudah berdampak fisik tetap memerlukan penanganan profesional.

 
 

SuaraKaltim.id - Psikolog Klinis Isfandiya Maulidina mengingatkan agar masyarakat lebih bijak dalam memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk keperluan emosional atau curahan hati.

Menurutnya, meskipun teknologi ini menawarkan respons cepat dan tidak menghakimi, penggunaannya tidak bisa disamakan dengan bantuan profesional.

Hal itu disampaikannya saat berada di Samarinda, Jumat, 11 Oktober 2025.

"Sebenarnya (curahan hati ke AI) solusi cepat, tapi belum tentu sesuai kebutuhan kita," katanya, disadur dari ANTARA, Selasa, 14 Oktober 2025.

Isfandiya menjelaskan, sebagian orang merasa lebih aman bercerita kepada AI karena sifatnya yang instan dan anonim.

Namun, jika dilakukan terus-menerus, kebiasaan ini justru bisa menimbulkan ketergantungan emosional dan memperburuk kondisi mental pengguna.

"Seorang psikolog tidak hanya mendengar, tetapi juga mengaitkan benang merah kehidupan klien dari masa lalu, kepribadian, pola asuh, hingga pengalaman traumatis yang tidak terbaca oleh AI," jelasnya.

Ia menilai, AI tidak memiliki kemampuan memahami konteks kehidupan seseorang secara mendalam, melainkan hanya merespons berdasarkan teks yang diberikan.

Ketergantungan berlebihan pada teknologi ini juga dikhawatirkan membuat individu semakin tertutup terhadap lingkungan sosial dan kehilangan kepekaan terhadap sesama.

Baca Juga: Tokoh Kaltim Ingatkan DPRD: Hati-hati Bicara di Media Sosial

"Batasannya adalah ketika masalah sudah memengaruhi fisik, seperti sakit kepala, sulit tidur, hingga psikosomatis, maka individu tersebut memerlukan bantuan tenaga profesional," ujar Isfandiya.

Karena itu, ia menegaskan bahwa AI sebaiknya hanya digunakan sebagai dukungan awal atau sarana refleksi ringan, bukan sebagai pengganti psikolog atau psikiater dalam menangani masalah kesehatan mental yang kompleks.

Load More