Kekerasan Pada Anak di Kaltim Tergolong Tinggi, 204 Kasus Selama 2020

"Kekerasan terhadap anak selain berdampak pada fisik seperti luka permanen, juga berdampak psikis ," kata Halda.

Muhammad Taufiq
Minggu, 18 Oktober 2020 | 15:03 WIB
Kekerasan Pada Anak di Kaltim Tergolong Tinggi, 204 Kasus Selama 2020
Ilustrasi anak korban kekerasan. (Shutterstock)

SuaraKaltim.id - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berupaya meminimalisir kasus kekerasan pada anak sebab akan berdampak pada perkembangan jiwa anak. Kasus kekerasan anak di sana bisa dibilang tinggi selama 2020 yang mencapai 204 kasus.

Jumlah kekerasan terhadap anak di Provinsi Kalimantan Timur pada Januari-Oktober 2020 mencapai 204 kasus, sehingga pihak terkait berupaya meminimalisirnya karena kondisi ini akan berdampak pada perkembangan jiwa anak.

"Kekerasan terhadap anak selain berdampak pada fisik seperti luka permanen, juga berdampak psikis yang membuat anak bisa terganggu jiwanya," ujar Kepala Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Halda Arsyad di Samarinda, seperti dikutip dari Antara, Minggu (18/10/2020).

Tiap tahun kekerasan terhadap anak di Kaltim selalu ada dan jumlahnya tergolong tinggi, misalnya pada 2016 tercatat ada sebanyak 185 kasus, pada 2017 tercatat ada 311 kasus, 2018 sebanyak 283 kasus, 2019 ada 366 kasus, dan Januari-Oktober 2020 sudah terdata 204 kasus.

Baca Juga:Warga Minggir Kerap Dengar Tangisan Balita 4,5 Tahun yang Tewas Dianiaya JR

Ia melanjutkan, dampak kekerasan terhadap anak dapat terjadi dalam jangka pendek maupun jangka panjang, baik untuk diri anak itu sendiri, keluarga, masyarakat, bahkan berdampak bagi negara.

Menurutnya, konsekuensi dari kekerasan terhadap anak bervariasi, tergantung pada jenis kekerasan dan keparahannya, mengingat kekerasan yang dialami oleh anak akan mempengaruhi perkembangan kognitif, sosial, emosional, dan fisik anak.

"Berbagai dampak negatif dapat ditimbulkan akibat kekerasan yang dialami oleh anak adalah dampak kekerasan fisik, dampak kekerasan psikis, dan dampak kekerasan sosial," tutur dia.

Dampak kekerasan fisik adalah dampak yang dirasakan oleh anak berupa sakit secara fisik seperti luka-luka atau memar, bahkan sampai mengalami kematian, terlebih dampak fatal dari kekerasan fisik pada anak dapat menyebabkan cacat permanen.

Kemudian untuk dampak kekerasan psikis seperti gangguan kejiwaan atau gangguan emosi pada anak. Dampak ini berakibat fatal bagi pertumbuhan dan perkembangan mental anak, bahkan dampak yang sangat fatal dapat berupa percobaan bunuh diri.

Baca Juga:Tersulut Dendam Lihat Wajahnya, JR Tega Tewaskan Balita 4,5 tahun di Sleman

Sedangkan dampak kekerasan sosial adalah berupa penelantaran hak-hak anak. Korban kekerasan eksploitasi anak yang dipaksa bekerja maupun anak yang dinikahkan di usia dini akan menghilangkan hak tumbuh kembang untuk mendapatkan masa depan lebih baik.

"Kasus kekerasan terhadap anak merupakan fenomena gunung es. Namun ketika aplikasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) mampu memfasilitasi pelaporan kejadian kekerasan dan masyarakat berani melapor, kini fenomena gunung es mulai terkuak," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini