SuaraKaltim.id - Aliansi Mahasiswa Kalimantan Timur (Mahakam), sudah tujuh kali menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR RI.
Meski Gubernur Kaltim telah membuat kesepakatan akan menyampaikan aspirasi mahasiswa pada Presiden Jokowi, namun Aliansi Mahakam tetap tidak berhenti. Diperkirakan tanggal 28 Oktober mendatang, Aliansi Mahakam akan kembali menggelar unjuk rasa dengan jumlah yang diperkirakan ribuan orang.
Juru bicara Aliansi Mahakam, Dion menyebut dengan disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang, tentu menjadi penghianatan bagi rakyat.
Sebab, UU Cipta Kerja dalam metode omnibus law berisikan pasal-pasal yang akan memberikan penindasan sistematis bagi masyarakat.
Baca Juga:Buruh, Pelajar dan Mahasiswa Jadi Tersangka Demo Rusuh di DPRD Jember
“Omnibus Law cipta lapangan kerja akan mengamandemen lebih dari 70 UU menjadi satu untuk kepentingan mempermudah investasi dengan misi dari presiden lapangan kerja dapat terbuka,” kata dia.
Tidak hanya itu, Omnibus Law Cilaka mencakup ekosistem penyederhanaan perizinan dan investasi.
Dimana, aturan ini sebagai bentuk sikap pemerintah untuk berfokus menciptakan kemudahan berusaha dengan mendorong meningkatnya investasi dan pertumbuhan ekonomi karena selama ini regulasi dari tingkat pusat hingga daerah dianggap menghambat,” imbuhnya.
“Regulasi UU Cipta Kerja dianggap berpotensi menggerus hak-hak masyarakat terutama kaum buruh. Omnibus Law di inisiasi hanya untuk kepentingan iklim yang kondusif bagi bagi investasi, kepeningan korporasi serta akumulasi para pemodal,” sebutnya.
Sementara itu, LBH Samarinda, Bernard mengatakan upaya mendorong Omnibus Law Cilaka tentu menjadi preseden buruk bagi Negara atas ketidakmampuan mengelola SDA dengan baik, yang pada akhirnya membuat rakyat semakin tergerus.
Baca Juga:Diminta Cabut Imbauan Soal Tak Usah Ikut Demo, Rektor UGM: Itu Tak Perlu
“Hal ini terlihat jelas dalam muatan Omnibus Law UU Cipta Kerja dalam pasal pasal yang tertera, pasal bermasalah tentang Ketenagakerjaan, misalnya Pertama, mengenai upah minimum dan upah sektoral,” ujar Bernard.
Berikut pandangan Aliansi Mahakam terkait pasal 88 huruf c dan 88 huruf d draf RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan, penentuan upah minimum hanya memperhitungkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi provinsi.
Padahal, sebelumnya, Peraturan Pemerintah (PP) 78/2005 mengatur penetapan upah provinsi serta kabupaten/kota memerhatikan standar kualitas hidup layak hingga sekup kabupaten/kota.
Adapun upah minimum sektoral, seperti di sektor pertambangan dan perkebunan, dihapuskan dalam RUU Cipta Kerja.
Kedua, memangkas pesangon buruh yang di-PHK. Nilai pesangon bagi pekerja dalam omnibus law turun karena pemerintah menganggap UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan tidak implementatif.
Ketiga, penghapusan izin atau cuti khusus yang tercantum dalam UU 13/2003. Penghapusan ini seperti tidak masuk kerja saat haid hari pertama, keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, pembaptisan anak, istri melahirkan/keguguran dalam kandungan, hingga anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia.
Keempat mengenai nasib dan status kerja para buruh outsourcing semakin tidak jelas dalam omnibus law. Pekerja alih daya atau outsourcing yang sebelumnya diatur pasal 64 dan 65 UU Ketenagakerjaan dihapus.
“Kedua pasal tersebut mengatur bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerja kepada perusahaan yang lain melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja atau buruh secara tertulis,” sebutnya
Untuk itu, Aliandi mahakam menunutut pemerintah agar segera mencabut UU Omnibus law Cipta Kerja
Aliansi Mahakam berkomitmen untuk terus melakukan perlawanan sampai UU Omnibus Law Cipta Kerja di Cabut dan menegaskan bahwa gerakan ini adalah gerakan rakyat dan tidak ditunggangi oleh pihak manapun.
Aliansi Mahakam bersama dengan seluruh aliansi yang ada di Kalimantan Timur (Aliansi Penajam Melawan, Aliansi Balikpapan Bergerak, Aliansi Mahasiswa Berau Bergerak, Aliansi Bontang Melawan, Aliansi Mahasiswa Paser, dan Aliansi Kutim Bergerak) kami mengabarkan kepada masyarakat Kalimantan Timur, seluruh Pers bahwa kami akan kembali turun ke jalan pada tanggal 28 Oktober 2020 untuk terus dan tetap menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja secara serentak.
Aliansi Mahakam mengecam segala bentuk represifitas yang dilakukan aparat terhadap massa aksi, relawan maupun pers.