Paranoid Covid-19, Warga Banyumas ini Tutup Rapat Rumahnya dengan Seng

Rumah yang berada di tengah pemukiman warga di Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas tersebut tampak tertutup seng yang mengelilingi bangunan tempat tinggal tersebut.

Chandra Iswinarno
Kamis, 07 Januari 2021 | 08:15 WIB
Paranoid Covid-19, Warga Banyumas ini Tutup Rapat Rumahnya dengan Seng
Sabar Suparno, berada di kediamannya yang ditutup seng keliling karena takut tertular Covid-19 di Desa Ajibarang Wetan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Rabu (6/1/2021). (Suara.com/Anang Firmansyah)

SuaraKaltim.id - Sejak 10 hari terakhir, ada pemandangan yang berbeda di rumah milik Sabar Suparno (45). Warga RT 02 RW 10, Desa Ajibarang Wetan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.

Rumah yang berada di tengah pemukiman warga tersebut tampak tertutup seng yang mengelilingi bangunan tempat tinggal itu. Usut punya usut, cara itu merupakan metode Sabar untuk menjaga diri dari interaksi dengan orang luar karena paranoid tertular Covid-19.

Cara yang berbeda ini dinilai efektif menjaga keluarganya agar tidak tertular virus asal Kota Wuhan, China itu. Untuk menjaga keluarganya agar tak tertular Virus Corona, Sabar mengaku rela merogoh kocek hingga Rp 2,5 juta untuk pengadaan seng di rumahnya yang berukuran 12 x 9 meter.

Dia, yang sebelumnya berprofesi sebagai tukang sulap keliling sebelum Pandemi Covid-19, mengaku sangat protektif terhadap warga yang akan berkunjung ke rumahnya. Terlebih jika itu bukan dari warga sekitar.

Baca Juga:Unik! Biar Tidak Tertular Covid-19, Pria Ini Tutup Rumahnya dengan Seng

"Saya sangat takut sekali jika nanti tertular Covid-19. Karena sekarang kan sudah banyak orang yang acuh bahkan tidak takut denga Corona. Padahal kan sekarang semakin memprihatinkan penyebarannya. Jadi saya terpaksa tidak membukakan pintu jika itu bukan warga sekitar. Komunikasinya saya batasi dengan seng," katanya saat ditemui di kediamannya, Rabu (6/1/2021).

Cara ia mengetahui itu warga sekitar atau bukan, terpantau dari CCTV yang dipasangnya di tiap sudut rumah. Sebelum membukakan pintu ia melihat terlebih dahulu dari kamera pengawas yang dipasang menyorot pintu masuk rumahnya.

Ketakutannya bukan tanpa alasan, karena ia sangat berpatokan dengan data yang disuguhkan pemerintah. Menurutnya data yang dipaparkan saat ini kasusnya menanjak drastis.

"Terakhir, yang saya ketahui, di desa sini saja, sudah hampir 50 orang yang tertular Virus Corona. Bahkan tetangga saya hanya berjarak 20 meter selang dua rumah, itu satu keluarga di karantina. Sekitar dua minggu lalu. Artinya apa? Virus ini semakin dekat dan nyata," terangnya.

Menurutnya, Covid-19 ini memang sulit dicegah karena tidak terlihat. Namun minimal dirinya sudah berusaha. Upaya ini juga sebenarnya tidak diyakini olehnya untuk 100 persen tidak tertular karena bisa menular melalui udara. Minimal dirinya sudah berusaha secara maksimal agar tidak tertular.

Baca Juga:Takut Tertular Covid-19, Warga Banyumas Ini Tutup Rumahnya dengan Seng

"Ini memang jendela yang berhubungan dengan luar saya tutup (dengan seng). Tapi yang jendela di dalam tidak. Untuk kebutuhan sehari-hari, saya beli kepada pedagang makanan keliling saya dari dalam seng. Terus anak saya jika mau beli makan atau apa kan bisa pesan lewat online," tuturnya.

Saat ini, dirinya lebih sering beraktivitas di dalam rumah. Setelah profesinya sebagai tukang sulap keliling terhenti karena Pandemi. Bahkan terakhir ia menjalani sebagai tukang sulap keliling Bulan November tahun 2019. Ia mengaku sudah 12 tahun menjalani profesi ini.

Sabar Suparno, berada di kediamannya yang ditutup seng keliling karena takut tertular Covid-19 di Desa Ajibarang Wetan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Rabu (6/1/2021). (Suara.com/Anang Firmansyah)
Sabar Suparno, berada di kediamannya yang ditutup seng keliling karena takut tertular Covid-19 di Desa Ajibarang Wetan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Rabu (6/1/2021). (Suara.com/Anang Firmansyah)

Namun karena Pandemi dan sekolahan tutup, dirinya fokus untuk mengembangkan kanal youtube nya sebanyak 5 akun. Dari lima akun tersebut baru tiga yang sudah menghasilkan pundi rupiah.

"Saya mengembangkan lima kanal youtube sejak tidak bisa beraktivitas yang menghasilkan uang. Alhamdulillah dari bulan April lalu, penghasilan terbesar saya perbulan mencapai Rp 10 juta. Tapi ya memang butuh perjuangan sekali dan konsistensi. Pernah juga dapat Rp 1,7 juta," jelasnya.

Kanal youtube yang ia kelola sendiri berisi tentang ramalan melalui kartu tarot. Setiap hari ia minimal mengunggah satu konten. Bahkan mulai awal tahun, rumah sekaligus kantornya ini, ia berlakukan jam produksi layaknya kantor perusahaan.

"Saya setiap harinya dari jam 08.00 sampai 16.00 sore selalu produksi rutin. Biar konsisten saja. Karena sudah terbentuk polanya. Kalau bosen ya tinggal jalan-jalan di dalam rumah. Karena itu tadi saya sangat membatasi aktivitas di luar rumah," katanya.

Seiring berjalannya waktu, banyak orang yang komentar ingin diramal kehidupannya. Jadi, ia manfaatkan untuk membuka jasa konsultasi secara online. Tapi dirinya tidak mematok tarif. Hanya sukarela saja. Pasiennya dari seluruh Indonesia yang menyaksikan kanal youtube nya.

"Saya ada kanal Youtube Sabar Misteri dan Sabar Tarot. Itu yang menghasilkan uang. Untuk editornya sendiri, yang pegang keponakan saya. Seluruhnya dilakukan dari dalam rumah," jelasnya.

Langkahnya untuk "menutup" diri dari lingkungan luar juga sudah mendapat ijin dari ketua RT tempatnya tinggal. Tetangga pun mendukung langkahnya ini selama tidak menggangu aktifitas sekitar.

"Saya mendapat dukungan juga dari tetangga. Karena pernah juga pas konten saya dapat penghasilan banyak, saya membagikan telur untuk warga sekitar. Karena saya pernah merasakan sulit juga, kadang uang seribu saja sangat berharga. Pernah juga pas adsens saya banyak, saya beli telur se kwintal untuk dibagikan," lanjutnya.

Namun, namanya keputusan tetap saja ada satu, dua warga yang menilai jika langkah ini berlebihan. Tapi dirinya menjelaskan kepada tetangganya jika ini untuk kebaikan bersama. Ia tidak mengambil pusing dengan tudingan negatif dari tetangganya.

"Saya akan menutup seng ini sampai ada keputusan pemerintah sudah aman. Mungkin bagi saya tandanya kalau anak sudah mulai sekolah. Dikatakan sumpek, ya sumpek. Mungkin apa-apa ya karena terbiasa setelah sepuluh hari ya jadi saya terbiasa. Tapi saya tetap menyediakan ruang terbuka untuk saya berjemur saat pagi hari," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak