SuaraKaltim.id - Isu miring terkait industri komoditi kelapa sawit di Indonesia merupakan dampak dari persaingan dagang dalam komoditas minyak nabati dunia.
"Isu-isu dan tuduhan negatif terhadap sawit banyak yang berasal dari luar Indonesia dan umumnya tidak berdasarkan fakta objektif di lapangan. Beberapa isu ini diproduksi sebagai dampak dari persaingan dagang komoditas minyak nabati dunia," kata Plt Direktur Kemitraan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPD-PKS) Edi Wibowo, disadur dari Suara.com, Selasa (24/8/2021).
Menurutnya, minyak sawit terbukti memiliki keunggulan komparatif ketimbang minyak nabati lainnya. Yaknii minyak kedelai, minyak rapeseed, minyak biji bunga matahari, dan sebagainya.
Walaupun begitu, Ia mengatakan, tak jarang tanpa disadari beberapa kelompok masyarakat Indonesia ikut berperan dalam mengamplifikasi isu miring tersebut di dalam Bumi Pertiwi.
Baca Juga:Dongkrak Perekonomian, Pemerintah Harus Lindungi Sawit dari Kampanye Hitam NGO Asing
Sejumlah isu tersebut antara lain soal perkebunan dan industri sawit penyebab hilangnya hutan tropis, isu sawit sebagai biang kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, isu sawit penyebab hilangnya keanekaragaman hayati, isu minyak sawit tak baik bagi kesehatan, isu penggunaan tenaga kerja anak di perkebunan sawit, dan bermacam isu miring lainnya.
Kampanye dan isu-isu miring tersebut, dalam jangka waktu yang lama telah menimbulkan stigma negatif terhadap sawit. Sehingga kemudian, sawit memiliki pandangan negatif dari masyarakat. Padahal faktanya masyarakat justru mengkonsumsinya setiap hari.
"Ini sungguh sebuah paradoks di mana komoditas hasil negeri sendiri yang memiliki manfaat begitu banyak, justru belum dipahami dan bahkan banyak dikritik oleh masyarakat dalam negeri sendiri. Dalam jangka panjang, isu-isu negatif ini akan merugikan perkebunan dan industri sawit nasional dan tentu akan berdampak pula bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia," jelasnya.
Ia menambahkan, persepsi negatif terhadap industri sawit ini juga dipengaruhi oleh pemberitaan media. Ia menjelaskan, meskipun persepsi media massa terhadap sawit masih pada indikator sentimen positif, dengan nilai rata-rata 71,09 persen, namun ada risiko di mana sentimen media massa dapat menjatuhkan.
Di tahun ini, sentimen positif terhadap sawit jatuh. Dirinya pun memberikan beberapa contohnya.
Baca Juga:Petani Kelapa Sawit Belum Rasakan Kemerdekaan
"Kejadian banjir bandang di Kalimantan Selatan (Kalsel) yang diasosiasikan dengan pembukaan lahan sawit, pemberitaan masif tentang kerusakan hutan di Papua yang diasosiasikan dengan salah satu perusahaan perkebunan sawit, kebakaran lahan gambut dan masuknya lahan sawit dalam kawasan hutan, dan konflik lahan antara perusahan dan warga," bebernya.
Kendati demikian industri kelapa sawit di Indonesia berkontribusi 3,5 persen terhadap Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB). Sepanjang tahun 2020, ekspor kelapa sawit Indonesia mencapai 22,97 miliar dolar AS.