SuaraKaltim.id - Di tengah kondisi masih menghadapi pandemi Covid-19, kaum Ibu-ibu saat ini semakin dibuat pusing. Pasalnya, sejak akhir 2021 hingga saat ini, masyarakat diberondong beberapa kenaikan harga. Dimulai dari harga minyak goreng, lalu tahu dan tempe, terakhir daging.
Tentu dari rentetan kenaikan harga barang-barang urusan dapur tersebut, yang paling merasakan bebannya adalah kaum ibu-ibu. Ibu rumah tangga (IRT) pasti mengingat, kenaikan minyak goreng yang terjadi sejak November 2021. Terutama kemasan bermerek sempat naik hingga sekitar Rp 24 ribu per liter.
Bahkan, masalah minyak goreng ini terus bergulir dan sempat terjadi kelangkaan minyak goreng kemasan di gerai minimarket. Pembelian juga sampai dibatasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah hendak menyetop ekspor CPO. Sampai-sampai dikeluarkan juga kebijakan 1 harga untuk minyak goreng.
Haniah warga RT 27 Baru Ulu mengaku, dibuat pusing dengan harga-harga yang mulai merangkak naik. Mau tidak mau dia harus lebih berhemat. Terutama minyak goreng yang sering digunakannya untuk menggoreng.
Baca Juga:Andi Sri Juliarty Sebut Jika Ada Reaksi Demam Setelah Divaksin, Pasien Tak Perlu Panik, Kok Bisa?
“Iya mas, biasa saya pakai minyak goreng bermerek karena kualitas memang gak bisa dibohongin, tapi karena harganya naik saat ini pakai merek yang lain dulu,” ujarnya, melansir dari Inibalikpapan.com--Jaringan Suara.com, Selasa (1/3/2022).
Katanya, kalaupun pergi beli di toko kelontongan, minyak goreng bermerek harganya masih relatif tinggi. Yakni sekitar Rp 24 ribu perliter. Namun, jika dirinya ingin mendapatkan minyak goreng murah, maka dia harus memilih minyak goreng dengan kualitas nomor dua.
“Tapi kalau beli di kelontongan tidak dibatasi, beda dengan di minimarket yang dibatasi maksimal 2 liter untuk satu orang,” akunya.
Belum sempat IRT ini bernafas lega, muncul lagi masalah tahu dan tempe yang kembali naik. Permasalahan ini terjadi akibat di sektor bahan bakunya, yakni kedelai yang ternyata mengalami kenaikan harga tinggi.
Lebih tepatnya, biang kerok berasal dari kenaikan harga kedelai impor. Sebab, menurut data Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu (Gakoptindo), 90 persen dari kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi dari impor.
Baca Juga:Minyak Goreng dan Kedelai Mahal, Kini Giliran Harga Daging Sapi di Bogor Naik
“Kalau tahu tempe masih bisa dihemat-hemat tak harus beli tiap hari,” akunya.
Persoalan minyak goreng, tahu dan tempe masih hangat-hangatnya, saat ini harga daging juga ikut-ikutan naik. Yang mana harga daging diketahui sudah sampai menyentuh Rp 130 ribu per kilo gramnya.
“Harganya lebih mahal yang sekarang, dulu cuma Rp 115 ribuan per kilogram,” ujar Ilham salah satu pedagang di Pasar Pandan Sari, dilansir dari sumber dan hari yang sama.
Ia mengatakan, sejumlah penjual dan pembeli mengeluh akibat harga daging sapi yang terus meningkat. Apalagi jika mendekati Ramadan, harga daging bakal kembali naik lagi.
“Tahun kemarin saja kisaran Rp 150 ribu per kilogram. Kami juga ngeluh, bukan pembeli saja, karena sepi pembeli, susah ngejualnya,” tuturnya.
Ia menjelaskan, kenaikan harga daging sapi membuat dagangannya tak selaku biasanya. Ia mengaku dagangannya jadi sepi. Berbeda dari biasanya.
“Saya rasain sepi beda banget. Sekarang jual enggak tentu, tergantung, paling ngejual 20-30 kilogram,” tutupnya.