Setelah sembilan bulan mengandung, tepat pada saat fajar menyingsing, ketika burung-burung berkicau, tiba-tiba terdengar petir menyambar seakan hendak membelah bumi.
Tepat saat itulah seorang bayi lahir dari kandungan Saipao. Warga ramai memasuki rumah Datun untuk menyaksikan bayi pertama mereka.
Bayi itu menangis keras berirama. Pada saat pemotongan tali pusar si jabang bayi, Pak Pego, sang kakek, berkata,
"Diyan mekus iyo upuku. Buen yo olo endo taka nape penyombolum taka yu usang. Dengan lahimya cucuku ini, baiknya kita tinggalkan penghidupan kita yang lama."
Setelah membaca mantera, Pak Pego memotong tali pusar bayi itu dengan sebuah sembilu bambu betung.
"Cucuku ini aku beri nama Petung. Pe adalah awalan namaku, Pego, Tu adalah akhir nama ayahnya, Datun, dan Ng berarti meninggalkan penghidupan yang lama."
Baca Juga:Sejarah Kerajaan Berau sampai Terpecah, Ada Campur Tangan Belanda
Tahun demi tahun berlalu. Masa berjalan terus tanpa mengenal lelah. Kejadian demi kejadian, silih berganti.
Tidak terasa Putri Petung telah berusia 20 tahun. Rekan Tatau Datai Danum pun berubah menjadi daerah yang maju dan luas. Di suatu hari Pak Pego memerintahkan seluruh warga Rekan Tatau Datai Danum berkumpul di rumah adat.
Ia bermaksud melaksanakan sebuah pertemuan penting. Seluruh warga dengan serta merta berkumpul memenuhi rumah adat. Mereka sangat taat kepada Pak Pego.
Mereka yakin jika Pak Pego mengumpulkan mereka tentu ada hal yang sangat penting yang ingin ia sampaikan.
Benarlah, hari itu memang hari yang sangat penting bagi masyarakat Datai Danum karena ereka telah bemaung dalam sebuah kerajaan yang mereka beri nama Kerajaan Sadurengas. Sejak saat itu Putri Petong memimpin Kerajaan Sadurengas.
Baca Juga:Mengenal Kesultanan Sambaliung dan Gunung Tabur, Dua Kerajaan Hasil Pecahan Kerajaan Berau
Kontributor: Maliana