SuaraKaltim.id - Bagi sebagian warga yang bermukim di Kecamatan Sepaku, yang merupakan lokasi pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), pernyataan Kepala Badan Otorita IKN, Bambang Susantono, soal pembatasan penduduk menghadirkan kekhawatiran.
Mereka khawatir, penduduk setempat, yang sejak bertahun-tahun, bahkan bergenerasi tinggal di Kecamatan Sepaku, tidak akan termasuk dua juta penduduk tersebut.
"Tentu kami khawatir tidak masuk dalam dua juta itu. Apalagi kalau ada standar tinggi ditetapkan pemerintah. Kami yang selama ini tinggal di kampung bisa apa," kata Elinawati (37) warga Kelurahan Pemaluan, melansir dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Kamis (22/02/2024).
Elis sudah bermukim di sekitar IKN sejak kecil. Perempuan berusia 37 tahun ini bahkan merupakan masyarakat adat Paser. Diketahui, suku Paser adalah suku asli yang mendiami sejumlah wilayah di sekitar IKN, selain juga ada suku Balik.
Baca Juga:Kesehatan Prioritas Utama, OIKN Siapkan Fasilitas Terbaik di Ibu Kota Baru
Elis mengatakan, bila pemerintah merancang IKN hanya dihuni sekitar 2 juta penduduk, dia berharap agar warga setempat, terutama masyarakat adat termasuk di dalamnya. Jangan sampai warga yang telah mendiami wilayah itu justru ‘’tersingkir’’ atau bahkan terpinggirkan dari kawasan yang selama ini merupakan kampung mereka.
"Kalau dibatasi, harapannya warga yang memang sudah turun temurun tinggal di situ (wilayah IKN) diakomodir, bukan malah tersingkir," ucapnya.
Namun, dengan kondisi masyarakat saat ini, dan bagaimana pemerintah memperlakukan mereka selama proses pembangunan IKN, sejatinya Elis sangsi keberadaan mereka bakal diakomodir dengan baik oleh pemerintah.
Ia khawatir masyarakat justru tersingkir dengan sendirinya. Sebab, ruang hidup yang selama ini diakrabi warga kini berganti. Tak ada lagi hutan, perkebunan, sungai, dan laut yang selama ini mereka akrabi.
Belum lagi kehidupan perkampungan masyarakat di sekitar IKN yang kelak dipaksa beradaptasi dengan standar kota rancangan pemerintah. Bisa jadi warga setempat kelak menjadi tak relevan dengan "kampungnya".
Baca Juga:Pendidikan Jadi Prioritas Utama, PPU Targetkan Masuk 5 Besar di Kaltim
"Bisa jadi tidak diusir. Cuma warga kampung yang selama ini hidup dalam perkampungan dipaksa masuk dalam gaya hidup di IKN, mereka tidak terbiasa. Ujungnya kan tersingkir dengan sendirinya," sebut ibu dengan 4 anak ini.
Warga lain, Arman Jais (38) juga menyampaikan pendapat. Ia mengatakan, dirinya tak keberatan dengan rencana Otorita membatasi penduduk di IKN.
Bahkan ia mendukung rencana itu. Sebab menurutnya itu bank agar tak terjadi kelebihan populasi, kemacetan, dan meminimalisir potensi gesekan antara penduduk setempat dengan pendatang.
Namun ia menggarisbawahi, jangan sampai Otorita IKN mengusir warga yang lebih dulu mendiami wilayah sekitar IKN. Selain itu, ia menegaskan, jangan sampai keberadaan IKN dan penduduk baru mengganggu ruang hidup warga setempat.
"Kalau sampai terusir, maaf saja, kami akan melawan," tegasnya.