SuaraKaltim.id - Setiap suku bangsa biasanya mengenal rumah adat dengan berbagai ciri khas bentuk dan fungsinya masing-masing, termasuk dengan Suku Paser di Kalimantan Timur (Kaltim).
Di zaman dahulu, masyarakat suku Paser tinggal di rumah panjang yang disebut lamin yang juga ditinggali beberapa puluh keluarga dan setiap keluarga tinggal dalam satu bilik.
Kemudian, saat ada keluarga dalam bilik itu menikah dan sudah bisa mandiri, maka ia akan dibuatkan bilik baru di ujung lamin yang kemudian dikerjakan secara gotong royong.
Adapun, istilah gotong-royong atau tolong-menolong untuk membuat rumah bagi suku bangsa Paser dinamakan "mpawat sapo".
Baca Juga:Menelisik Kehidupan Suku Paser, Dari Wilayah Hingga Sebaran Penduduknya
Proses dalam mpawat sapo ini tidak lama karena teknik pembuatan rumah suku bangsa Paser sangat sederhanan.
Perbedaannya, saat ini masyarakat suku Paser sudah tidak tinggal di rumah lamin lagi tetapi tinggal di rumah dalam bentuk tunggal yang hanya ditempati oleh satu keluarga.
Nah dalam hal ini, mpawat sapo atau proses dalam mendirikan rumah tunggal secara gotong royong dilakukan.
Ketentuan Mpawat Sapo
Biasanya, gotong-royong ini dilakukan dengan dasar keikhlasan anggota kelompok atau masyarakat. Jadi bersifat sukarela tanpa ada paksaan dan sanksi, sedangkan makannya nanti akan ditanggung oleh sipemilik rumah.
Kemudian pelaksanaan gotong-royong tolong-menolong dalam bidang tehnologi pembuatan rumah ini biasanya diatur dan dipimpin oleh sipemilik rumah sendiri.
Baca Juga:Kesultanan Paser Dukung Penuh Pembangunan IKN dan Bandara VVIP di PPU
Bahan-bahan bangunan biasanya telah disediakan oleh pemilik rumah dan seteslah bahan-bahan ini cukup, sipemilik rumah memberitahukan dan meminta tolong kepada tetangga-tetangganya untuk bekerja mendirikan rumah pada waktu yang telah ditentukan.
Pekerjaan membuat rumah ini dilakukan oleh orang laki-laki saja secara gotong-royong biasanya sejumlah 10 - 15 orang. Mereka datang dengan membawa alat masing-masing.
Dalam bergotong-royong ini pemilik rumah memberi makan tiga kali sehari dan pekerjaan ini dilakukan selama satu hari saja. Adapun ngawat ngipat sapo ini biasanya dilaksanakan setelah panen.
Baik bentuk maupun bahan bangunan rumah suku bangsa Paser sederhana sekali. Tidak terdapat kamar-kamar atau bilik, untuk dapur kadang-kadang menjadi satu dengan badan rumah yang hanya dipisahkan oleh dinding dan ada pula yang terpisah.
Hasil Mpawat Sapo
Adapun hasil dari sistem gotong-royong dalam membuat rumah ini dapat mempertebal rasa kekeluargaan mereka dalam satu desa dan menimbulkan rasa tanggung jawab anggota masyarakat desa.
Bisa juga lebih meningkatkan kesadaran warga desa dalam hal melakukan kegiatan-kegiatan sosial lainnya.
Kemudian si pemilik rumah merasa senang dan merasa berhutang budi dan berkewajiban untuk membalasnya dalam hal pekerjaan-pekerjaan yang serupa.
Kontributor : Maliana