Cerita Suku Paser, Sempat Percaya Animisme Hingga Kini Mayoritas Beragama Islam

Masyarakat ini patuh dan tunduk kepada hukum adat dan sebagai pelaksana hukum adat ini adalah Kepala Adat.

Denada S Putri
Minggu, 31 Maret 2024 | 03:00 WIB
Cerita Suku Paser, Sempat Percaya Animisme Hingga Kini Mayoritas Beragama Islam
Ilustrasi pakaian tradisional Suku Paser, untuk wanita. [Ist]

SuaraKaltim.id - Masyarakat suku Paser mendiami beberapa kabupaten dan kota di Kalimantan Timur (Kaltim) maupun provinsi Kalimantan Selatan yakni di Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, dan Kota Balikpapan.

Masyarakat suku Paser di zaman dahulu hidup di suatu desa tertentu yang secara administratif dipimpin oleh seorang Kepala Desa, dan secara informil di bawah pimpinan Kepala Adat.

Masyarakat ini patuh dan tunduk kepada hukum adat dan sebagai pelaksana hukum adat ini adalah Kepala Adat.

Kala itu, masyarakat Paser hidup dan bercocok tanam dengan sistim perladangan yang berpindah-pindah.

Baca Juga:Zakat Fitrah di PPU Naik Rp 5-6 Ribu, Ini Rinciannya

Setiap tahun mereka meninggalkan desanya dan hidup sebagai suatu kesatuan kelompok di daerah perladangan, selama kurang lebih 6 sampai 7 bulan.

Kemudian, mereka baru kembali ke desaa setelah panen selesai dengan membawa hasil panenannya.

Suku bangsa Paser di zaman dahulu menganut ajaran animisne dan dinamisme. Meski sekarang mereka memeluk Agama Islam, namun dalam upacara-upacara tertentu masih dilaksanakan hal-hal terkait kepercayaan mereka dahulu.

Contohnya pada cara-cara mengobati orang sakit dengan mengadakan belian, bersih desa atau palas desa.

Selain hal itu, mereka percaya pula terhadap Sang Hiang yang memberikan kesuburan pada padi. Biasanya pada waktu panen padi, mereka harus memberi makan pada Sang Hiang, dengan cara menaburkan beras yanq diberi mantera-mantera. Pemberian itu adalah sebagai tanda terima kasih karena diberikan hasil panen yang melimpah.

Baca Juga:Pemkab PPU dan Otorita Bersinergi Cegah Gejolak di Masyarakat Terkait Pembangunan IKN

Sementara, cerita perpindahan keyakinan atau kepercayaan dari Suku Paser ini tak lepas dari keberadaan Ratu Aji Petri Botung atau Ratu Aji Putri Petong.

Kesultanan Paser Darul Aman atau sebelumnya bernama Kerajaan Sadurengas ini adalah sebuah kerajaan yang berdiri pada tahun 1516 dan dipimpin oleh seorang wanita, yakni Aji Putri Petong.

Kemudian, islamisasi di Kerajaan Paser ini melalui beberapa jalur, di antaranya jalur perkawinan-perkawinan dilakukan oleh Abu Mansyur Indra Jaya dengan Putri Petong.

Begitu juga perkawinan Sayyid Ahmad Khairuddin yang kawin dengan Aji Mitir, anak Putri Petong dengan Abu Mansyur Indra Jaya.

Sebelum Putri Petong menikah dengan Abu Mansyur Indra Jaya, Putri Petong diyakini menganut kepercayaan animisme atau suatu kepercayaan yang memuja roh-roh halus dan dewa-dewa.

Roh-roh halus atau dewa-dewa diyakini bisa membantu sewaktu-waktu diperlukan, untuk memanggil roh-roh halus tersebut dibutuhkan sebuah bangunan berbentuk rumah yang dinamakan Panti.

Di dalam panti tersebut diberi sesajen kue-kue yang dibuat berbentuk patung-patung dari tepung beras menyerupai roh yang akan dipanggil.

Apaun sejarah daerah Paser saat kedatangan Islam ini banyak diketahui dari berbagai tulisan, diantaranya berdasarkan kitab yang ditulis Aji Aqub tahun 1350 Hijriyah atau 1920 Masehi yang berjudul "Pelayaran mencari raja tanah Paser".

Ada juga Sumber lain dari tulisan A.S Assegaf dengan judul "Sejarah kerajaan Kutai dan Kesultanan Paser" namun tanpa tahun.

Kontributor: Maliana

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini