SuaraKaltim.id - Sandung atau Sandong merupakan sebuah tempat yang erat kaitannya dengan upacara Tiwah, upacara kematian ala suku Dayak Ngaju di Kalimantan yang paling sakral.
Sandung dikenal sebagai tempat penyimpanan tulang-belulang manusia yang di'tiwah'kan setelah upacara Tiwah berakhir.
Di beberapa daerah, Sandung dikenal dengan sebutan lain yaitu Pambak. Sandung ini terbuat dari kayu besi atau kayu ulin yang dapat bertahan hingga jangka waktu panjang seperti 100 tahun.
Sampai saat ini, Sandung bisa dijumpai di beberapa daerah di Kalimantan Tengah yang masih kental akan ajaran agama Kaharingan, agama lokal dari suku Dayak.
Baca Juga:Menyingkap Keberagaman Sistem Kepercayaan Suku Dayak Tunjung dari Animisme Hingga Belian
Bahkan di beberapa lokasi, Sandung sudah menjadi sesuatu yang langka, hingga dijadikan sasaran pencurian benda-benda bersejarah.
Tetapi di desa-desa yang pernah menyelenggarakan upacara tiwah, terdapat beberapa Sandung yang berdiri tegak di tempat tersebut.
Uniknya, ada Sandung yang di bawahnya diletakkan belanga yang dalam istilah Basel Mission disebut The Holy Pot.
Lantas dimana masyarakat bisa melihat Sandung? rupanya di Desa Bukit Rawi, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah ada Sandung yang dijadikan sebagai objek wisata.
Kemudian, ada juga orang Dayak Pesaguan yang menyimpan Sandung di Desa Tanjung Maloy, Tumbang Titi, Ketapang, Kalimantan Barat.
Baca Juga:3 Tradisi Unik Suku Dayak Ini Bisa Menambah Semangat Gotong Royong Warganya
Sandong ini biasanya memiliki ukuran lebar sekitar 0,5 - 1,5 meter dan tinggi sekitar 0,5 meter.
Tidak hanya dibuat sebagai tempat kayu biasa, tetapi di dinding Sandong ini dihias dengan ukiran motif tertentu.
Sandung juga memiliki beragam desain yang unik contohnya berbentuk mirip seperti rumah tradisional Huma Betang dalam bentuk miniatur yang lengkap dengan atap, pintu kecil, dan jendela.
Kemudian perwujudan dari miniatur seekor burung sering ditempatkan di atap wadah kubur ini.
Jadi dari keyakinan masyakarat Kaharingan, burung ini disebut Piak Liau yang diyakini akan menjadi milik Salumpuk Liau atau jiwa orang yang telah meninggal di Lewu Tatau atau alam surgawi.
Sementara hiasan bulan dan bintang-bintang sering dicat atau diukir di sisi Sandung dan hiasan matahari diukir dan dicat di sisi berlawanan.
Hiasan-hiasan tersebut merupakan perwujudan dari jiwa-jiwa yang harus lulus semua tanda-tanda kosmologis dalam perjalanan mereka menjadi arwah yang bersemayam di Lewu Tatau.
Kontributor : Maliana