SuaraKaltim.id - Suku Dayak di Pulau Kalimantan memiliki beragam tradisi dan adat istiadat yang masih terus lestari hingga saat ini. Salah satu tradisi sakral yang masih dilestarikan adalah tradisi Tiwah atau dikenal juga Tiwah Lale.
Tiwah sendiri merupakan upacara kematian dalam agama Kaharingan, agama leluhur suku Dayak yang masih banyak dilakukan oleh banyak sub suku, seperti suku Dayak Ngaju.
Ritual yang dikenal juga magah salumpuk liau uluh matei ini menjadi tradisi khusus yang biasanya ada di Kalimantan Tengah.
Biasanya, upacara Tiwah ini dilakukan kepada orang atau anggota keluarga yang sudah lama meninggal dunia. Kemudian, anggora keluarga itu sudah lama terkubur dengan usia sekira 7-10 tahun lamanya.
Baca Juga:Sejarah Penamaan "Dayak" di Kalimantan, Ternyata Diberikan Orang Asing
Sebab, dalam ritual Tiwah ini, perlu dilakukan dengan tulang-belulang dari orang yang telah meninggal tersebut.
Setelah menunggu agar bisa menjadi tulang-belulang itu baru makam dari orang tersebut bisa digali dan dilakukan berbagai ritual. Pada akhirnya, tulang-belulang itu akan dimasukkan ke dalam tempat yang bernama Sandung.
Adapun suku Dayak sendiri biasanya memiliki beragam ritual upacara adat kematian, tetapi upacara Tiwah ini menjadi upacara sakral terbesar dalam agama Kaharingan.
Sementara, dalam berbagai sub suku Dayak, upacara Tiwah ini bisa disandingkan dengan upacara besar lain seperti upacara Dallok, Miya, Ijambe, Wara, dan Kwangkey.
Alasannya adalah karena upacara Tiwah melibatkan sumber daya yang banyak dan waktu yang cukup lama.
Baca Juga:Sistem Religi Masyarakat Dayak Bahau, Miliki Kepercayaan Manusia Dikuasai Roh
Upacara ini dilakukan dengan tujuan untuk mengantarkan jiwa atau roh manusia yang telah meninggal dunia menuju tempat yang kekal abadi yang bagi penganut agama Kaharingan berada di langit ke tujuh.
Seperti diketahui, konsep kematian dari masyarakat Dayak Ngaju yang umumnya menganut agama lokal Kaharingan ini cukup unik.
Bagi mereka, kematian merupakan hal akhir yang dijalani manusia di bumi, dan juga awal untuk mencapai dunia keabadian yang menjadi tempat asal manusia yang menurut mereka adalah dunia roh tempat manusia mencapai titik kesempurnaanya.
Oleh karena itu, penyelenggaran upacara Tiwah bagi masyarakat Dayak Ngaju dianggap sebagai sesuatu yang wajib secara moral dan sosial.
Pihak keluarga yang ditinggalkan merasa memilki kewajiban untuk mengantar arwah sanak saudara yang meninggal ke dunia roh.
Selain itu, dalam kepercayaan Dayak Ngaju, arwah orang yang belum diantar melalui upacara Tiwah akan selalu berada di sekitar lingkungan manusia yang masih hidup.
Bahkan, keberadaan mereka dianggap membawa gangguan berupa munculnya peristiwa buruk seperti gagal panen, penyakit, dan bahaya lainnya.
Kontributor : Maliana