Polemik BBM di Samarinda: Sidang Pertamina Tertunda, Konsumen Tak Mau Damai

Penundaan tersebut disampaikan oleh kuasa hukum para penggugat, Ahmad Afifuddin Rozib.

Denada S Putri
Kamis, 08 Mei 2025 | 18:03 WIB
Polemik BBM di Samarinda: Sidang Pertamina Tertunda, Konsumen Tak Mau Damai
Sidang gugatan BBM bermasalah di Pengadilan Negeri Samarinda. [kaltimtoday.co]

Sidang lanjutan pun menjadi momen yang dinantikan untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab produsen BBM dalam menjamin keamanan produk mereka.

Diuji Kampus Lokal, Pertamax di SPBU Samarinda Ternyata Tak Standar

Wali Kota SamarindaAndi Harun, menegaskan bahwa kerusakan pada kendaraan bermotor yang sempat marak di Kota Tepian bukan disebabkan oleh kondisi tangki kendaraan, melainkan karena turunnya kualitas BBM jenis Pertamax yang beredar di beberapa SPBU.

Dalam konferensi pers pada Senin, 5 Mei 2025, ia menyampaikan hasil uji independen terhadap BBM tersebut sebagai bentuk respons atas keresahan masyarakat yang mencurigai adanya kejanggalan pada bahan bakar.

Baca Juga:BBM Bermasalah, Pertamina Janji Buka Bengkel Gratis di 10 Daerah Kaltim

Sebelumnya, uji internal dari pihak Pertamina menyatakan bahwa kualitas Pertamax masih dalam batas standar sesuai SK Dirjen Migas No. 3674K/24/DJM/2006.

Namun Pemkot Samarinda memilih langkah berbeda dengan melibatkan institusi akademik.

Uji laboratorium dilakukan oleh tim independen yang dipimpin Politeknik Negeri Samarinda, berkolaborasi dengan sejumlah kampus lainnya.

Mereka menguji tiga sampel bahan bakar yang diambil dari kendaraan yang mengalami gangguan.

“Tiga sampel Pertamax yang tim independen lakukan uji coba berasal dari kendaraan terdampak. Seluruhnya menunjukkan angka RON di bawah standar yaitu 86,7, 89,6, dan terakhir 91,6,” katanya merinci, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Selasa, 6 Mei 2025.

Baca Juga:Motor Brebet dan BBM Aneh, DPRD Kaltim Desak Pertamina Tanggung Jawab

Sebagai perbandingan, angka RON minimal untuk Pertamax adalah 92.

Salah satu sampel dengan RON tertinggi kemudian diteliti lebih lanjut dengan menggali parameter lainnya.

Hasilnya, ditemukan empat indikator yang menyimpang dari spesifikasi seharusnya.

Empat parameter yang dimaksud adalah kandungan timbal (66 ppm), kadar air (742 ppm), benzen (8,38 persen), dan total aromatik (51,16 persen).

Tak hanya itu, analisis sedimen menunjukkan keberadaan logam berat seperti timah dan rhenium.

Kontaminan ini diketahui menyebabkan terbentuknya senyawa hidrokarbon kompleks yang memicu penyumbatan pada filter sistem injeksi bahan bakar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini