“Kalau guru sekolah sambil ngajar ya nanti ilmunya tidak masuk, nanti lama lulusnya dan seterusnya. Jadi ketika nanti guru itu disekolahkan, dia harus tugas belajar. Tugas belajar itu tidak boleh ngajar dan harus full belajar.”
“Jadi konteks ini bukan masalah efisien atau tidak, efektif atau tidak, bukan masalah itu. Proses S2 tadilah yang harus benar, bukan seleksi lagi tapi yang dibiayai ini harus tahu persis bahwa mereka memang belajar kan gitu,” jelasnya.
Lebih jauh, Susilo menyarankan agar Gratispol diarahkan secara strategis, termasuk dengan memberi prioritas kepada anak-anak muda Kaltim yang belum bekerja namun ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang magister.
“Kalau S2 mereka belum kerja, itu tidak ada masalah, dibiayai saja sudah beres. Tapi orang yang sedang menjabat atau sedang bekerja dibiayai atau kuliah, maka kuliahnya itu harus kuliah betul-betul full time kuliah,” tuturnya.
Baca Juga:Prostitusi di Sekitar IKN Menurun, Polda Kaltim Tetap Lakukan Pengawasan Ketat
Menurutnya, hasil dari program ini baru bisa dirasakan dalam jangka menengah hingga panjang. Maka dari itu, regulasi serta sistem pengawasan yang ketat sangat diperlukan untuk menjamin efektivitas pelaksanaannya.
“Saya menggaris bawahi luar biasanya Gratispol itu semua dibiayai. Anak - anak muda ini yang nantinya akan mengisi SDM Kaltim. Yang belum bekerja mau S2 itu dibiayai aja. Enggak usah pakai seleksi pokoknya. Tapi, kalau konteks untuk guru jangan mengejar kuantitas yang nanti gelarnya banyak tapi hanya permainan gelar ya kita kualitasnya tidak bertambah lagi,” pungkasnya.
Kontributor: Giovanni Gilbert