“Kami ingin lulusan-lulusan sekolah dan pelatihan benar-benar siap kerja. Itu sebabnya kemitraan antara dunia pendidikan dan industri harus terus dikuatkan,” harapnya.
Neny pun menutup dengan menekankan bahwa sasaran utama dari penyelenggaraan JMF adalah tercapainya kesejahteraan yang lebih merata dan pertumbuhan ekonomi yang stabil melalui peningkatan daya beli masyarakat.
"Pemerintah Kota Balikpapan berharap kegiatan JMF bisa meningkatkan serapan tenaga kerja lokal, sekaligus menjaga iklim investasi yang membutuhkan ketersediaan SDM yang siap kerja dan profesional," katanya.
Menolak Ikut Aksi Nasional, Ojol Balikpapan Nilai Komisi 20 Persen Masih Realistis
Baca Juga:Jadi Gerbang IKN, Balikpapan Perkuat Pengawasan Lingkungan Lewat Aplikasi
Di saat gelombang protes pengemudi ojek daring menggema dari Jakarta dan berbagai kota besar lainnya, delapan komunitas ojol aktif di Kota Balikpapan justru menyatakan sikap berbeda.
Mereka menegaskan dukungan terhadap skema potongan komisi 20 persen yang saat ini diterapkan aplikator.
Komunitas seperti EL Bangor Independen, Bubuhan Bengawan Community (BBC), Grab Sepinggan Community (GSC), Grab Driver Arizona, dan lainnya, memilih untuk tidak ikut dalam aksi demonstrasi 21 Juli yang dipelopori Gerakan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia.
Hal itu disampaikan Ketua EL Bangor Independen, Johan Lubis, Senin, 21 Juli 2025.
“Potongan komisi 20 persen bukan masalah besar selama order tetap terjaga dan gacor. Kami juga mendapat asuransi kecelakaan, layanan customer service yang responsif, program GrabBenefits, hingga satgas bantuan di lapangan,” ujar Johan, disadur dari ANTARA, Rabu, 23 Juli 2025.
Baca Juga:600 Siswa Sekolah Swasta Dapat Sekolah Gratis, Ini Komitmen Baru Pemkot Balikpapan
Alih-alih mendesak penurunan komisi seperti yang dituntut sebagian pengemudi di ibu kota, para ojol Balikpapan menilai stabilitas sistem yang sudah berjalan baik justru perlu dijaga.
“Kami tidak meminta dimanjakan, tapi kami ingin sistem yang terbukti sehat tetap dijaga,” tegas Nico dari Seven Kopi GrabCar.
Dalam pandangan mereka, seruan untuk memangkas komisi menjadi 10 persen belum tentu mencerminkan aspirasi nyata para pengemudi yang masih aktif di lapangan, terutama di kota-kota penyangga seperti Balikpapan.
Sujiran dari komunitas GSC pun menekankan bahwa kebijakan tidak boleh hanya mendengar suara dari pengemudi yang sudah tak lagi aktif, sementara Agus dari BBC mengingatkan pentingnya mempertimbangkan dampak ekosistem digital transportasi terhadap pelaku UMKM dan konsumen.
Pernyataan sikap bersama komunitas ini juga telah disampaikan kepada pemerintah melalui Kementerian Perhubungan, dengan harapan agar arah regulasi tidak tergesa-gesa dan tetap berpijak pada kondisi riil lapangan.
“Kami hidup dari kerja keras di jalan setiap hari. Sistem ini masih bisa menopang kami. Jangan rusak dengan kebijakan gegabah,” tegas Ketua Grab Driver Arizona, Miftahul Hadi Purnomo.