SuaraKaltim.id - Kasus dugaan suap penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat tiga nama besar, termasuk keluarga mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak.
Penetapan tersangka terhadap Awang Faroek, anaknya Dayang Donna Walfiares yang juga Ketua Kadin Kaltim, serta pengusaha Rudy Ong Chandra, menjadi bukti bahwa sektor pertambangan masih rawan praktik korupsi.
Akademisi Universitas Mulawarman, Syaiful Bachtiar, menilai akar persoalan terletak pada lemahnya sistem pengawasan dan manajemen pengelolaan pertambangan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
"Banyak IUP baru maupun perpanjangan, tidak diberikan berdasarkan norma atau ketentuan yang berlaku. Ada pelanggaran terhadap peraturan saat IUP diterbitkan atau diperpanjang. Ini yang menjadi dasar munculnya kasus hukum seperti sekarang," ujar Syaiful, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Selasa, 26 Agustus 2025.
Baca Juga:Awang Faroek Ishak Meninggal Dunia Akibat Diare Akut
Ia menambahkan, meskipun kewenangan penerbitan IUP sempat ditarik dari daerah ke pusat, persoalan mendasar belum terselesaikan.
Praktik pemberian izin yang tidak konsisten dengan aturan masih berlangsung.
"Artinya, lemahnya kontrol manajemen terhadap penerbitan maupun perpanjangan IUP tetap terjadi. Bahkan, syarat-syarat administratif dan teknis untuk menerbitkan izin sering tidak konsisten dengan regulasi yang ada," imbuhnya.
Menurutnya, salah satu solusi untuk mempersempit ruang korupsi adalah keterbukaan informasi publik.
Syaiful menilai data penerbitan dan perpanjangan IUP seharusnya bisa diakses secara terbuka melalui situs resmi pemerintah.
Baca Juga:Meninggal Dunia, Awang Faroek Tinggalkan Filosofi Ikhlas dan Kejujuran dalam Kerja
"Transparansi ini penting, bukan hanya untuk akuntabilitas pemerintahan, tetapi juga agar masyarakat diberikan ruang untuk melakukan kontrol. Mereka berhak tahu siapa yang diberi izin, untuk apa, dan bagaimana prosesnya. Keterbukaan ini akan mempersempit ruang terjadinya penyimpangan dalam sektor pertambangan kita," tuturnya.