CEK FAKTA: Undang-Undang Perampasan Aset Disahkan Prabowo

Hingga Kamis, 11 September 2025, unggahan tersebut sudah ditonton 108 ribu kali, mendapat 5,9 ribu tanda suka, 559 komentar, dan dibagikan 413 kali.

Denada S Putri
Rabu, 17 September 2025 | 18:58 WIB
CEK FAKTA: Undang-Undang Perampasan Aset Disahkan Prabowo
Presiden Prabowo Subianto. [Suara.com/Novian]

SuaraKaltim.id - Beredar sebuah video di Facebook yang diklaim memperlihatkan Presiden Prabowo Subianto telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Perampasan Aset.

Video itu diunggah akun “Arief amn” pada Sabtu, 6 September 2025 dengan narasi:

Ini baru sesuai keinginan rakyat. Undang-undang perampasan aset telah disahkan jendral Prabowo. Ini yang diinginkan rakyatmu pak.

Hingga Kamis, 11 September 2025, unggahan tersebut sudah ditonton 108 ribu kali, mendapat 5,9 ribu tanda suka, 559 komentar, dan dibagikan 413 kali.

Baca Juga:CEK FAKTA: Video Suasana Panik Karena Presiden Keluarkan UU Hukuman Mati untuk Koruptor

Melansir dari TurnBackHoax.id, tim pemeriksa fakta menelusuri klaim tersebut dengan memasukkan kata kunci “undang-undang perampasan aset disahkan Prabowo” di mesin pencarian Google.

Hasilnya, ditemukan sejumlah pemberitaan terkait dukungan Presiden Prabowo terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.

Namun, tidak ada satu pun pemberitaan dari media kredibel yang membenarkan klaim bahwa Prabowo secara sepihak mengesahkan UU tersebut.

Penelusuran dilanjutkan dengan kata kunci “proses pengesahan undang-undang di Indonesia”.

Berdasarkan UUD 1945 pasal 20 ayat (2), dijelaskan bahwa pembahasan RUU dilakukan bersama DPR dan Presiden untuk memperoleh persetujuan bersama sebelum disahkan.

Baca Juga:CEK FAKTA: Pendaftaran Agen Resmi LPG Dilakukan Lewat WhatsApp

Dengan demikian, pembuatan dan pengesahan undang-undang di Indonesia merupakan kewenangan bersama DPR RI dan Presiden, bukan presiden seorang diri.

Klaim bahwa “Undang-Undang Perampasan Aset disahkan Prabowo” adalah tidak benar.

Faktanya, undang-undang tidak bisa hanya disahkan oleh presiden, melainkan melalui proses persetujuan bersama dengan DPR.

Unggahan tersebut masuk dalam kategori konten menyesatkan (misleading content).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini