Scroll untuk membaca artikel
Yovanda Noni
Rabu, 23 September 2020 | 12:07 WIB
Potret hidup miskin di Samarinda (Foto : istimewa)

SuaraKaltim.id - Sepasang suami istri, hidup miskin di Samarinda dan tinggal di kandang ayam. Selama 17 tahun, keduanya bertahan demi cinta kasih dalam pernikahan yang sakral.

Dawari (77) dan Mardiana (55), tinggal di sebuah gubuk berukuran 2x3 meter, berdinding kayu, beratapkan seng sebagai atap.

Rumah mereka jauh dari pusat kota dan berada di dalam hutan, tepatnya di Jalan Poros Samarinda-Bontang, Jalan Rimbawan RT 08, Tanah Merah, Samarinda.

Sunyi, hanya mereka berdua. Kehidupan yang saling bergantung, dan tidak mengeluh.

Baca Juga: Datang ke Samarinda, Vokalis Debu Duet Lagu dengan Erwin dan Bagi Sembako

“Ini rumahnya, penuh sampah,” kata Dawari sembari membersihkan sampah dan botol plastik bekas kemasan air mineral yang terkumpul di rumahnya.

Tak ada listrik dan air bersih yang mereka miliki. Hanya beberapa lilin bekas yang diirit untuk penerangan malam.

Di sebelah rumah itu, ada kandang ayam bekas. Bangunan itu dulunya untuk ayam peliharaan Dawari, kini sudah habis terjual dan belum memiliki bibit ayam yang baru.

“Tinggal di sini, nanti kalau bocor bisa pindah ke kandang ayam dulu,” ujarnya.

Diceritakan Dawari, pada tahun 1997, dia kali pertama menapakan kaki di Kota Samarinda. Kala itu, dia sendiri memutuskan tinggal di Handil Kopi, Sambutan. 

Baca Juga: Jual Ganja, Siswa SMK di Samarinda Ditangkap Polisi

Namun kemudian Dawari berpindah-pindah lokasi tempat tinggal dari satu tempat ke tempat lain.

Penampakan rumah Dawari dan Mardiana

Kemudian pada tahun 2000, Dawari menikahi Mardiana. Keduanya lantas diberi momongan anak pertama di tahun 2003.

Tahun-tahun pertama, keluarga ini nyaman tinggal di Rimbawan. Lantaran, Dawari bekerja sebagai penjaga kebun.

Selama beberapa tahun, Dawari mendapat upah kerja. Namun, saat sang mandor kebun yang mempekerjakannya meninggal dunia, Dawari tidak lagi mendapat honor sebagai penjaga kebun.

Sulitnya tekanan hidup membuat Dawari dan Mardiana merelakan putra semata wayangnya diasuh orang lain. Anaknya pun hidup bersama orang tua asuh di Kota Balikpapan. Mirisnya, sang putra pun tidak mengenali Dawari dan Mardiana sebagai orang tua kandungnya.

“Pernah ke sini, tapi manggil om dan tante,” katanya.

Kemiskinan yang melekat, memaksa pasangan itu untuk merelakan segalanya. Meski tidak ada buah hati yang menemani, namun Dawari bersyukur anak mereka tidak hidup kekurangan seperti ayah ibu kandungnya.

“Kami bersyukur, masih bisa hidup sampai hari ini. Walau pasang surut, tetap dinikmati berdua,” sebutnya.

Melewati 17 tahun bukan waktu yang sebentar untuk menikmati hari-hari yang penuh kekurangan. Bagi Dawari dan Mardiana, bantuan tetangga adalah rezeki paling besar.

Terkadang, ada tetangga yang datang mengantar beras untuk dimakan. Bahkan, ada juga yang membawa lengkap dengan ikan sebagai lauk pauk. Untuk urusan mandi, Dawari dan Mardiana bergantung pada air hujan.

Isi rumah Dawari dan Mardiana

“Ada tetangga yang kasih beras dan ikan. Mandi dan masak tampung air hujan,” ujarnya.

Hampir tak tahu kehidupan luar, Dawari dan Mardiana tidak mengenal Covid-19. Mereka bahkan saling pandang saat mendengar wabah Corona.

“Semoga semua sehat."

Saat ini, yang paling dibutuhkan Dawari dan Mardiana adalah uluran tangan dari pemerintah. Tidak banyak, hanya untuk makan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Demikian juga dengan anak mereka, Dawari berharap Tuhan selalu melindungi putranya dan menjauhkan anaknya dari kemiskinan.

"Semoga bisa hidup layak, banyak rejeki dan sehat semuanya," harapnya.

Load More