Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 21 November 2020 | 10:06 WIB
Perahu yang membawa wisatawan merapat di Dermaga Mangrove Center di Graha Indah, Balikpapan. Dulu kawasan ini adalah lahan terbuka. (Antara/Novi Abdi)

“Saat itu saya hanya ingin melindungi rumah-rumah kami di Graha Indah ini dari angin kencang dari laut,” tutur Agus mengenang kejadian tahun 1997 itu.

Sampai akhir tahun 2015, Agus bersama warga Graha Indah sudah menanam 20.000 lebih pohon bakau atau mangrove di areal seluas 40 hektare.

Kemudian satwa mulai berdatangan. Burung-burung yang lama tak terlihat, muncul di atas pucuk-pucuk mangrove. Dalam waktu-waktu tertentu, bekantan (Nasalis larvatus) kini berani mendekat sampai ke deretan mangrove di depan rumah Agus.

Monyet yang jantannya berhidung seperti terong namun berwarna merah dan berperut buncit itu juga terlihat makin banyak. Pemancing juga suka memancing di dekat bakau karena banyak ikannya.

Baca Juga: Bawa Jimat Pelindung, Residivis di Balikpapan Malah Kepergok Mencuri

Paduan satwa dan keteduhan hutan, serta petualangan kecil berperahu berkeliling kanal-kanal bakau, tiba-tiba saja menjadi menarik untuk wisata di tengah hiruk pikuk industri Balikpapan.

"Setiap akhir pekan, apalagi long weekend orang ramai berkunjung," kata Agus.

Dalam sebulan tidak kurang ada 200 trip perahu untuk berkeliling melihat hutan bakau. Satu trip rata-rata terdiri dari lima orang.

Tempat di ujung Perumahan Graha Indah itu pun jadi terkenal. Pengunjung pun berfoto ceria di atas perahu klotok dengan latar hijau hutan bakau dan menayangkannya di media sosial.

Pengunjung juga dengan sukarela menyumbang. "Donasi untuk mangrove," kata Kate Elise, relawan dari Australia yang juga membeli cendera mata berupa topi rimba dan kaus Mangrove Center.

Baca Juga: Riwayat Perjalanan dari Balikpapan, Dirut RSUD Kudungga Kutim Positif Covid

Seiring dengan isu penyelamatan lingkungan yang makin kuat di tengah kerusakan alam dan alih fungsi lahan yang makin masif, apa yang dilakukan Agus dengan menanam mangrove itu tiba-tiba menjadi contoh penting.

"Bahwa masih ada harapan kalau kita mau berbuat. 'Angus' memberi contoh apa yang bisa kita lakukan," kata Alexander Dereims, seorang pewarta dari Paris, Prancis.

Alex kesusahan melafalkan nama Agus dan selalu menyebutnya 'Angus'.

Namun, Alex dengan senang hati menghabiskan waktu sehari penuh bersama Agus dan krunya, turut masuk lumpur menanam bakau pada pagi hari dan merekam aksi bekantan berloncatan dari pohon ke pohon di sore hari.

Agus menjamu Alex makan siang berupa ikan bakar yang diolah tetangganya yang jago masak.

Agus pun jadi terbiasa melayani wawancara dan menemani media yang datang untuk meliput. Mereka dari Balikpapan, Jakarta, sampai dari Paris, Prancis, seperti Alex.

Load More