SuaraKaltim.id - Menjalani profesi guru di daerah pedalaman, bukan hal yang mudah. Meski menjlani pekerjaan mulia, namun masih banyak guru yang hidupnya jauh dari sejahtera.
Hery Cahyadi misalnya. Kepala Sekolah Dasar (SD) Negeri 011 Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartnegara (Kukar) ini pernah melalui getirnya perjuangan menjadi guru di pedalaman.
Sekolah yang dia pimpin berada di daerah yang terisolir. Namanya Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kukar. Desa ini merupakan daerah tanpa akses darat sama sekali. Semua harus dilalui menggunakan perahu kecil bermesin tunggal.
“Dulu, tak pernah berpikir bertugas di sini. Muara Enggelam itu apa, saya juga belum tahu,” kata Hery
Dia berkisah, pada tahun 1997 Hery baru lulus dari Pesantren Al-Mukmin di Kecamatan Muara Muntai. Hery ditugaskan untuk mengajar ngaji di Muara Enggelam, karena di daerah itu kekurangan guru baca tulis Alquran.
“Dulu Ustaz saya yang saranin. Karena bapak saya mengajar di Muara Enggelam, akhirnya saya ke sana dan di sana butuh pelajar TPA,” kata pria kelahiran Kayu Batu, 28 Agustus 1976.
Kala itu, orangtua Hery merupakan PNS di SD Negeri Muara Enggelam. Meski tak yakin ada jaminan masa depan, dia tetap pergi ke sana.
“Sempat setahun saya mengajar Iqro serta baca tulis Alquran. Akhirnya pada tahun 1998 saya saya dipertemukan jodoh di sini,” sebutnya.
Waktu-waktu pengabdian yang sesungguhnya dimulai. Pada tahun 1999, pemerintah membuka penerimaan guru honorer dengan status Pegawai Tidak Tetap (PTT) di sejumlah sekolah dasar di kawasan pedalaman.
Baca Juga: Nadiem Singgung Corona di Hari Guru: Setiap Peristiwa Selalu Ada Hikmah
Hery mendaftar dan diterima. Namun, tugasnya kali ini lebih jauh. Dia ditempatkan di Dusun Kuyung, Desa Sebemban, Kecamatan Muara Wis.
Bermodal niat kuat dalam mendidik adalah kunci bertahan mengajar. Itulah yang dirasakan Hery kala itu. Gaji pertama hanya Rp200 ribu.
Tidak cukup membiayai ekonomi keluarga. Agar asap dapur tetap mengepul, istrinya kadang menjadi buruh harian di pengepul ikan.
Tidak sampai hati pula Hery mengeluh, sebab warga pedalaman sangat membutuhkan kehadiran seorang guru. Sebisa mungkin warga pedalaman membuat guru yang bertugas nyaman dan betah.
Itu pula yang dirasakan Hery, meski honornya sangat jauh dari layak namun perlakuan warga sangat baik dan sopan.
“Kami disediakan rumah dan kadang diberi hasil tangkapan ikan mereka,” tambah Hery.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Pemain Keturunan yang Menunggu Diperkenalkan PSSI usai Mauro Zijlstra
- 'Ogah Ikut Makan Uang Haram!' Viral Pasha Ungu Mundur dari DPR, Benarkah?
- Usai Kena OTT KPK, Beredar Foto Immanuel Ebenezer Terbaring Dengan Alat Bantu Medis
- Eks Feyenoord Ini Pilih Timnas Indonesia, Padahal Bisa Selevel dengan Arjen Robben
- Terbukti Tak Ada Hubungan, Kenapa Ridwan Kamil Dulu Kirim Uang Bulanan ke Lisa Mariana?
Pilihan
-
Hasil Super League: Brace Joel Vinicius Bawa Borneo FC Kalahkan Persijap
-
Persib Bandung Siap Hadapi PSIM, Bojan Hodak: Persiapan Kami Bagus
-
5 Fakta Kekalahan Memalukan Manchester City dari Spurs: Rekor 850 Gol Tottenham
-
Rapper Melly Mike Tiba di Riau, Siap Guncang Penutupan Pacu Jalur 2025
-
Hasil Super League: 10 Pemain Persija Jakarta Tahan Malut United 1-1 di JIS
Terkini
-
Uji Coba di 38 Titik, Samarinda Matangkan Sistem Parkir Berlangganan
-
PPU Hadapi 101 Ton Sampah per Hari, Apa Kunci Penopang Kebersihan IKN?
-
AJI Kritik Pernyataan Rahmad Masud Soal Berita PBB: Hak Jawab atau Dewan Pers
-
Tambang Ilegal di Kukar Tak Kunjung Tuntas, Kades Santan Ulu: Lagu Lama Mas
-
1.453 Pelajar PPU Terima Beasiswa, Disiapkan Jadi SDM Unggul untuk IKN