SuaraKaltim.id - Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur memerlukan save house atau Rumah Aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan serta pelecehan seksual.
Hal ini diungkapkan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Penajam Paser Utara, Sulthan dilansir Antara, Minggu (24/1/2021).
"Bercermin dari seringnya kejadian korban pelecehan seksual dan korban kekerasan dalam rumah tangga yang kemudian korban melarikan diri, maka harus ada Rumah Aman di sini," ujar KSulthan di Penajam.
Usulan Rumah Aman dari KNPI ini dilontarkan seiring dengan banyaknya tindak kekerasan maupun pelecehan seksual dengan pelaku orang dekat, bahkan orang tua yang seharusnya harus melindungi kalangan itu.
Ia mencontohkan kasus pelecehan seksual terhadap anak perempuan usia dua tahun yang dilakukan oleh ayah kandungnya. Kasus ini terjadi pada Jumat (22/1) di Desa Babulu Darat, Kecamatan Babulu, PPU.
Bulan ini saja, lanjut dia, terdapat dua kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak, yakni kasus yang ditangani oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Penajam Paser Utara.
Pada 2020, total jumlah anak (penduduk usia kurang dari 18 tahun) korban kekerasan yang ditangani oleh DP3AP2KB PPU tercatat 26 anak.
Korban kasus ini, lanjutnya, biasanya pergi dari rumah untuk menghindari pelaku atau berusaha menghilangkan trauma, seperti kasus yang terjadi di Babulu Darat kemarin, di mana sang ibu membawa anaknya pergi dari rumah.
Setelah pergi dari rumah, ia kemudian ditampung di rumah salah seorang pejabat DP3AP2KB PPU untuk sementara, sehingga Sulthan menilai di daerah setempat perlu adanya Rumah Aman bagi korban kekerasan dalam rumah tangga maupun korban pelecehan seksual.
Konsep Rumah Aman yang diinginkan Sulthan, tempat kediaman sementara yang sesuai standar. Rumah ini dari awal harus didesain untuk perempuan dan anak korban tindak kekerasan maupun pelecehan seksual.
Rumah Aman, lanjutnya, harus dalam pengawasan atau penjagaan ketat 24 jam, yakni untuk mencegah jangan sampai pelaku datang untuk melakukan ancaman dan sejenisnya.
"Di Rumah Aman juga harus disiapkan psikolog klinis, konselor, petugas pendamping, hingga petugas pramu sosial, sehingga trauma korban dapat diminimalisir perlahan oleh para pekerja sosial profesional di Rumah Aman tersebut," ucap Sulthan. [Antara]
Berita Terkait
-
Miris! Anak 10 Tahun di Samarinda Jadi Korban Eksploitasi Seksual: Ibu dan Ayah Tiri Terlibat
-
Darurat Kekerasan Kampus: Menteri PPPA Desak Mahasiswa Berani Bersuara dan Putus Rantai Kekerasan
-
Gemerlap Indahnya Ibu Kota Nusantara di Malam Hari
-
LPSK Kewalahan: Kasus TPPU Meroket, Kekerasan Seksual Anak Tak Kunjung Usai
-
Mengenal Jugun Ianfu, Kekerasan Seksual di Masa Penjajahan Jepang
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Skandal 17 Guru Besar di ULM: Rektor Janjikan Pembenahan Total
-
Koperasi Samarinda Tawarkan Beras Lokal untuk Ribuan Porsi MBG
-
Penghijauan Jadi Identitas Baru IKN, Penanaman Pohon Masuk Agenda Rutin
-
Sejak Kelas I SD, Bocah di Samarinda Diduga Dicabuli Hingga Kelas III
-
Pemprov Kaltim Pastikan Lahan Palaran Siap Bangun Sekolah Rakyat