Akhirnya BBC dapat mengontak Ewan Tolladay, satu dari dua direktur perusahaan Adnow cabang Inggris. Tolladay tinggal di Durham. Ia mengatakan dirinya hanya punya sedikit keterlibatan dengan Fazze—perusahaan yang dia sebut sebagai ventura gabungan antara direktur asal Rusia bernama Stanislav Fesenko, dan orang lain yang identitasnya tidak dia ketahui.
Tolladay mengeklaim dirinya bukan bagian dari upaya menyebarkan informasi menyesatkan ke publik. Ia juga mengeklaim, dirinya bahkan tidak tahu Fazze mengontrak para influencer sebelum berita itu terungkap. Namun, ia tidak bisa memberitahu siapa klien misterius yang dilayani Fazze.
"Pihaknya kini melakukan tanggung jawab dan menutup AdNow di Inggris," tegas Tolladay setelah skandal itu terbongkara.
Ia mengatakan Fazze juga akan ditutup. Baik aparat Jerman maupun aparat Prancis, telah menggelar penyelidikan terhadap Fazze, yang mendekati para influencer. Hingga saat ini identitas klien perusahaan itu masih belum jelas.
Baca Juga: Begini Nasib Pemuda Penyebar Hoaks Vaksin Covid-19 Bikin Kesurupan di Kendari
Ada spekulasi keterlibatan Rusia dalam skandal ini, dan kepentingan pemerintah Rusia dalam mempromosikan vaksinnya, Sputnik V.
Omid Nouripour, juru bicara bidang kebijakan luar negeri dari Partai Hijau di Jerman, menganjurkan, agar menyelidiki keterlibatan Moskow di balik kampanye Fazze.
"Menjelek-jelekkan vaksin di Barat melemahkan kepercayaan pada demokrasi kita dan ditengarai meningkatkan kepercayaan pada vaksin Rusia. Hanya ada satu sisi yang memeroleh manfaat dan itu adalah Kremlin," tukas Nouripour.
Kedutaan Rusia di London membantah anggapan tersebut.
"Kami memperlakukan Covid-19 sebagai ancaman global dan, karena itu, tidak tertarik melemahkan upaya global dalam melawan [pandemi]. Memvaksinasi orang dengan vaksin Pfizer adalah salah satu cara menangani virus ini." dikutip dari BBC.
Baca Juga: Tepis Hoaks Vaksin Sinovac Haram, MUI Ungkap Hasil Audit Langsung ke China
Meskipun kampanye Fazze gagal, Leo Grasset yakin upaya tersebut bukanlah upaya terakhir untuk menggunakan kekuatan influencer sosial media guna menyebarkan hoaks.
"Jika Anda ingin memanipulasi opini publik, khususnya anak-anak muda, Anda tidak menggunakan TV," kata Grasset.
"Belanjakan anggaran yang sama untuk pembuat konten TikTok, YouTube. Seluruh ekosistem dibangun sempurna untuk memaksimalkan efisiensi penyebaran disinformasi." timpalnya mengakhiri.
Berita Terkait
Terpopuler
- Jangan Salah Pilih! Ini 3 Mobil Keluarga Bekas Rp50 Jutaan yang Paling Minim Perawatan
- 45 Kode Redeem FF Max Terbaru 26 Juni: Klaim Golden Gloo Wall dan Diamond
- 5 Mobil Lawas Seharga Honda BeAT 2025: Cocok Untuk Pemula, Mesin Tak Gampang Rewel
- 5 Mobil Bekas Merek VW Termurah: Semiring Harga Avanza Bekas
- 8 Rekomendasi Mobil Bekas Murah Desain Mewah Rp 80-100 Juta: Ada BMW dan Honda
Pilihan
-
Penjual E-commerce Kena Pajak, Kemenkeu Minta Para Pelapak Tenang
-
Bukan Kanan Atau Kiri, Ini Jalan Ekonomi yang Diambil Prabowo
-
Dugaan Malpraktik Dokter Senior RSCM, Terancam Karier Tamat Hingga Penjara 5 Tahun
-
Gaji Cristiano Ronaldo Rp3,8 Triliun Bisa Buat Beli Apa Saja di Indonesia?
-
Apa yang Dilakukan Pemain Keturunan Liburan ke Kampung Halaman saat Jeda Kompetisi?
Terkini
-
9 Cara Pakai Madu untuk Kecantikan, Wajah Glowing Alami!
-
7 Desain Pagar Rumah Minimalis, Bikin Tampilan Estetik dan Makin Elegan!
-
7 Penyebab Gagal Jantung yang Bisa Terjadi Diam-diam, Waspada!
-
6 Link DANA Kaget Aktif Hari Ini, Segera Cek Saldo Gratis HP Kamu!
-
5 Rekomendasi Brand Sepatu Sekolah Murah Berkualitas di Tengah Ekonomi Sulit