SuaraKaltim.id - Keseriusan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda memutus kerja sama dengan PT Samaco selaku pengelola dari Mahakam Lampion Garden nampak serius dilakukan. Bagi Pemkot Samarinda, PT Samaco dianggap banyak melanggar aturan perjanjian kerja sama yang mereka jalin.
Salah satu yang dianggap Pemkot melanggar adalah pembuatan Mahakam Riverside Market (Marimar). Lokasi puluhan tenant Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) itu bernaung disebut belum memiliki izin dalam pengembangannya.
Menanggapi hal itu, General Manager MLG dan Marimar Dian Rosita mengaku, MLG salah satu bisnis yang juga terdampak karena Covid-19 di Samarinda. Katanya, saat pandemi, dia berusaha untuk tidak melakukan PHK kepada karyawan.
Bahkan sebelum virus asal Wuhan itu ada di Samarinda, MLG setiap hari memiliki kunjungan mencapai 1.000 orang. Namun, ketika pandemi menghantam Kota Peradaban, hanya 250 sampai 300 orang saja yang berkunjung.
Baca Juga: Pemkot Samarinda Siapkan Tiga Proyek Pendukung IKN, Apa-apa Aja?
Dirinya juga mengakui, pengunjung terus tergerus. Hingga tpernah tak mencapai 100 orang dalam sehari. Hal itu terjadi saat kebijakan PPKM berlaku.
Dia mengakui, perlu ada inovasi baru untuk bisa bertahan di masa-masa pembatasan. Bisnis makanan adalah hal yang dia lirik, hingga muncullah Marimar di 2020 kemarin.
“Kita harus tetap membangkitkan pariwisata di tengah pandemi. Sehingga harus mencari cara, agar tetap bisa bangkit. Tentunya dengan banting stir, dari hanya sebuah destinasi biasa menjadi destinasi yang menyediakan makanan enak,” tuturnya, Kamis (3/2/2022).
Dia menuturkan, konsep food court alias tempat makan yang terdiri dari berbagai tenant atau counter di pinggir Sungai Mahakam tersebut berhasil menjadi salah satu tempat wisata makanan favorit masyarakat Kota Tepian. Bahkan ada 67 tenant yang berjualan di sana.
Pihaknya berharap bisa mendiskusikan masalah pelanggaran yang disinggung Pemkot Samarinda tersebut. Serta menanyakan nasib para UMKM yang bernaung di Marimar.
Baca Juga: Laporan Jalan Putus, Pemkot Samarinda Bakal Bebaskan Lahan untuk Proyek di Dua Wilayah Ini
“Kita siap dievaluasi, misalnya ada yang harus kami penuhi, standar yang harus ditinggikan. Tapi kami berharap ada solusi, bisa duduk bersama pemkot untuk diskusi. Membicarakan ini, untuk permasalahan yang ada, kami destinasi wisata tentunya tidak akan pernah lepas dari ketergantungan terhadap regulasi pemerintah,” jelasnya.
Pemkot Samarinda anti Bisnis Kecil
Terpisah Haerul Anwar, pengamat ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) memberikan tanggapan. Dihubungi melalui aplikasi pesan instant, ia mengatakan bahwa Pemkot Samarinda terkesan anti dengan bisnis, apalagi bisnis kecil yang ada di Samarinda.
Menurutnya, Pemkot harus menyadari bahwa Samarinda hidupnya berasal dari bisnis dan jasa. Yang di mana secara volume, bisnis terbesar sudah pasti sektor informal dalam hal ini UMKM. Ia menyindir, Pemkot seharusnya bersyukur, karena ini penting untuk mengisi pundi-pundi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ia melanjutkan, urusan UMKM pasti akan dihadapkan pada 2 hal. Pertama, pertumbuhannya sangat tinggi dan terkesan "kacau". Kedua, isu lingkungan, sanitasi, keindahan dan mengganggu pengguna jalan.
"Kedua hal inilah yang biasanya menjadi alasan, sehingga Pemkot tergoda untuk turun tangan "mengatur dan mengelola" itu (Marimar)," singgungnya.
Ia bahkan memberikan pertanyaan kepada Pemkot. Terkait visi dan program serta keahlian Pemkot dalam "mengatur dan mengelola" lokasi tersebut.
Karena baginya, seringkali yang terjadi justru kontra-produktif. Ia menyebut, ketika Pemkot ikut cawe-cawe, para UMKM dan masyarakat mengharapkan kondisi menjadi lebih baik. Sayangnya, khusus Samarinda, sampai saat ini belum ada hal seperti itu menurutnya.
"Kita tidak melihat ada visi dan program yang bagus. Apalagi keahlian untuk mengesekusinnya.
Pemindahan UMKM tak sesuai dengan sistem "Mengelola dan Mengatur" milik Pemkot
Menurut pria yang akrab disapa Cody ini, ketika beberapa kali UMKM dipindahkan baik sistem pengelolaan, pengaturan, serta lokasi. Banyak yang hasilnya tak sesuai dengan omzet yang mereka dapatkan di tempat sebelumnya.
"Hasilnya tidak menjadikan omzet meningkat, bahkan turun. "kesemrawutan" masih terjadi. jd kita memang belum melihat "sesuatu" dari sekian banyak keikut-sertaan pemkot didalam "mengelola & mengatur" ini," tegasnya.
Pemkot Samarinda kembali kehabitat
Disinggung soal pandangannya secara spesifik soal Marimar, ia menegaskan bahwa regulasi Marimar dan Pemkot belum tentu sejalan kelak. Bahkan dirinya dengan gamblang mengatakan agar Pemkot bisa kembali "kehabitatnya". Yang ia maksud ialah melalui regulasi yang baik. Seperti menciptakan iklim dan gairah bisnis yang sehat.
Baginya, Pemkot Samarinda juga harus melihat regulasi yang mereka buat sendiri. Karena jika regulasi yang tidak baik tetap berlanjut, dirinya sekali lagi berani mengatakan UMKM bisa menyelesaikan tantangan tersebut.
"Perlu digaris-bawahi, Pemkot yang lebih memerlukan UMKM dibanding teman-teman (UMKM) itu memerlukan Pemkot. itu yang saya sebut di atas bahwa Pemkot harusnya bersyukur karena masyarakat bergerak untuk berbisnis secara mandiri. Coba kalau tidak, setiap kesulitan ekonomi maka semuanya akan ramai-ramai ke Balaikota, jika tidak mampu diselesaikan bisa menjadi masalah sosial yang lebih besar," tegasnya.
UMKM Marimar optimis punya harapan yang manis
Christian selaku salah satu pedagang minuman di Marimar juga memberikan tanggapan. Ia mengaku sudah mendengar perselisihan yang terjadi antara Pemkot Samarinda dengan PT Samaco yang mengelola MLG dan Marimar.
Namun, sebagai orang yang hanya menyewa salah satu tenant di lokasi tersebut, dirinya mengharapkan ada hal manis yang akan terjadi.
"Saya optimis sih Pemkot mendukung UMKM. Pemkot tidak akan dengan mudah mengambil statement ditutup. Saya yakin Pemkot ingin bangun UMKM yang kuat di Samarinda," katanya.
Sebelum di Marimar, dirinya hanya berjualan online biasa lantaran baru memulai bisnis tersebut di masa PPKM level 4 di Samarinda. Kabar slot tenant yang kosong di Marimar ia dengar, lalu dirinya pun memilih untuk bisa berjualan di tempat tersebut.
Selama berjualan di Marimar, ia mengaku ada peningkatan omzet yang ia peroleh. Potensi penjualan ia peroleh dengan market yang sudah terbuat di Marimar.
"Untuk pelatihan dari pengelola ada. Dari hygiene dan sanitasi makanan. Terus cara berjualan dengan daring, pembayaran digital dan penerimaan orderan juga diberikan," pungkasnya.
Tag
Terpopuler
- Kejanggalan LHKPN Andika Perkasa: Harta Tembus Rp198 M, Harga Rumah di Amerika Disebut Tak Masuk Akal
- Marc Klok: Jika Timnas Indonesia Kalah yang Disalahkan Pasti...
- Niat Pamer Skill, Pratama Arhan Diejek: Kalau Ada Pelatih Baru, Lu Nggak Dipakai Han
- Datang ke Acara Ultah Anak Atta Halilintar, Gelagat Baim Wong Disorot: Sama Cewek Pelukan, Sama Cowok Salaman
- Menilik Merek dan Harga Baju Kiano saat Pesta Ulang Tahun Azura, Outfit-nya Jadi Perbincangan Netizen
Pilihan
-
Harga Emas Antam Terbang Tinggi Jelang akhir Pekan, Tembus Rp1.520.000/Gram
-
Dinilai Hina Janda, Ridwan Kamil Kena Semprot Susi Pudjiastuti: Mau Omong Apa?
-
5 HP Samsung Rp 1 Jutaan dengan Kamera 50 MP, Murah Meriah Terbaik November 2024!
-
Profil Sutikno, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta yang Usul Pajak Kantin Sekolah
-
Tax Amnesty Dianggap Kebijakan Blunder, Berpotensi Picu Moral Hazard?
Terkini
-
Aliansi Mahasiswa Paser Desak Usut Percobaan Pembunuhan dan Stop Hauling Batu Bara
-
Generasi Z hingga Baby Boomers: Isran-Hadi Dominasi Survei Poltracking
-
Bimtek Rp 162 Miliar, Akmal Malik Minta Pengawasan DPRD Terkait Anggaran di Bontang
-
Kejar Mimpi di Samarinda: Konser CIMB Niaga Angkat Talenta Lokal
-
Pembagian Uang di Dome Balikpapan, Irma Suryani: Murni Kebiasaan, Bukan Kampanye