SuaraKaltim.id - Kerajaan Sadurengas adalah nama kerajaan sebelum Kerajaan Paser atau Kasultanan Pasir yang berdiri pada abad ke XVI atau 1516 Masehi.
Ratu pertama dari Kerajaan Sadurengas ini, Putri Petung memiliki legenda tersendiri menurut cerita rakyat Paser.
Lantas bagaimana cerita legenda dari kelahiran ratu pertama Kerajaan Sadurengas? Berikut penjelasannya.
Dahulu kala di sebuah daerah hiduplah sekelompok masyarakat yang bemama Rekan Tatau Datai Danum. Kelompok masyarakat ini dipimpin oleh seorang kepala adat yang bemama Pego dan istrinya, Itah.
Mereka memiliki seorang anak yang bernama Datun yang menikah dengan seorang gadis, Saipao.
Mereka hidup di sebuah kawasan yang diapit oleh dua sungai, yakni Sungai Sadu di sebelah utara dan Sungai Rengas di
sebelah selatan.
Kehidupan masyarakat ini adalah bercocok tanam dengan sistem berladang berpindah-pindah. Selain berladang, masyarakat ini hidup dengan berburu binatang di hutan.
Masyarakat ini hidup dengan penuh rasa kegotongroyongan. Konon pada zaman itu masyarakat masih menggunakan pakaian yang terbuat dari kulit kayu yang mereka olah sedemikian rupa.
Rumah mereka juga masih dalam bentuk yang sederhana. Tiang terbuat dari batang pohon yang masih bulat, dindingnya kulit kayu, dan atapnya daun nipah yang diikat dengan rotan.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Berau sampai Terpecah, Ada Campur Tangan Belanda
Dikisahkan pada waktu itu Saipao, istri Datun, sedang hamil besar. Datun sangat sayang kepada istrinya.
Setelah sembilan bulan mengandung, tepat pada saat fajar menyingsing, ketika burung-burung berkicau, tiba-tiba terdengar petir menyambar seakan hendak membelah bumi.
Tepat saat itulah seorang bayi lahir dari kandungan Saipao. Warga ramai memasuki rumah Datun untuk menyaksikan bayi pertama mereka.
Bayi itu menangis keras berirama. Pada saat pemotongan tali pusar si jabang bayi, Pak Pego, sang kakek, berkata,
"Diyan mekus iyo upuku. Buen yo olo endo taka nape penyombolum taka yu usang. Dengan lahimya cucuku ini, baiknya kita tinggalkan penghidupan kita yang lama."
Setelah membaca mantera, Pak Pego memotong tali pusar bayi itu dengan sebuah sembilu bambu betung.
"Cucuku ini aku beri nama Petung. Pe adalah awalan namaku, Pego, Tu adalah akhir nama ayahnya, Datun, dan Ng berarti meninggalkan penghidupan yang lama."
Tahun demi tahun berlalu. Masa berjalan terus tanpa mengenal lelah. Kejadian demi kejadian, silih berganti.
Berita Terkait
Terpopuler
- Lagi Jadi Omongan, Berapa Penghasilan Edi Sound Si Penemu Sound Horeg?
- Tanpa Naturalisasi! Pemain Rp 2,1 Miliar Ini Siap Gantikan Posisi Ole Romeny di Ronde 4
- 5 Pemain Timnas Indonesia yang Bakal Tampil di Kasta Tertinggi Eropa Musim 2025/2026
- Brandon Scheunemann Jadi Pemain Paling Unik di Timnas Indonesia U-23, Masa Depan Timnas Senior
- Siapa Sebenarnya 'Thomas Alva Edi Sound Horeg', Begadang Seminggu Demi Bass Menggelegar
Pilihan
-
5 Rekomendasi HP Murah Samsung dengan Fitur USB OTG, Multifungsi Tak Harus Mahal
-
Bukalapak Merana? Tutup Bisnis E-commerce dan Kini Defisit Rp9,7 Triliun
-
Investasi Kripto Makin Seksi: PPN Aset Kripto Resmi Dihapus Mulai 1 Agustus!
-
9 Negara Siaga Tsunami Pasca Gempa Terbesar Keenam Sepanjang Sejarah
-
Bantah Sengaja Pasang 'Ranjau' untuk Robi Darwis, Ini Dalih Pelatih Kim Sang-sik
Terkini
-
Dukung IKN dari Hulu: PPU Luncurkan Beras Lokal Benuo Taka
-
Sekolah Rakyat Segera Hadir di Kutim, Sasar Anak dari Keluarga Miskin
-
Kapal Rumah Sakit 50 Meter Siap Sambangi Pelosok Kaltim, Ini Tawaran dari Korea Selatan
-
Proyek IKN Jadi Sorotan DPR RI, Bandara VVIP hingga Jalan Inti Masuki Fase Penting
-
DLH Balikpapan: Bakar Sampah Bisa Kena Denda Rp50 Juta atau Kurungan 6 Bulan!