SuaraKaltim.id - Ritual mengayau atau tradisi perburuan kepala oleh suku Dayak dengan cara memenggal kepala musuh dan membawanya sebagai piala saat ini telah dihapuskan.
Tetapi, ada tradisi turunannya yang cukup unik masih dilestarikan oleh suku Dayak dalam bentuk pagelaran seni budaya yang diselenggarakan setiap tanggal 15.
Bukan memenggal kepala lagi, tetapi tradisi tersebut disebut ritual Nyobeng atau ritual adat memandikan atau membersihkan tengkorak kepala manusia hasil mengayau dari nenek moyang mereka.
Tradisi Nyobeng ini dahulu dilakukan oleh suku Dayak Bidayuh yang ada di Desa Sebujit, Kecamatan Siding, Bengkayang, Kalimantan Barat (Kalbar).
Lantas bagaimana sejarah dari ritual Nyobeng ini sendiri? ritual Nyobeng berasal dari kata Nibakng atau Sibang yang merupakan kegiatan ritual yang besar dan tidak sembarangan.
Dalam prosesinya, ritual ini dilakukan dengan memandikan atau membersihkan tengkorak manusia hasil mengayau oleh nenek moyang suku Dayak Bidayuh.
Ada dua pengertian Nibakng, yaitu pertama Nibakng ini merupakan kegiatan tahunan yang paling besar sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, terutama atas berkat panen padi yang diterima masyarakat suku Dayak Bidayuh.
Kemudian yang kedua merupakan ritual untuk menghormati kepala manusia hasil mengayau yaitu kepala manusia yang terpenggal dan diawetkan.
Proses ritual Nyobeng ini rupanya dilakukan dengan beberapa tahap. Pertama, ritual di mulai pukul 04.00 subuh, bertempat di rumah Baluk atau dipimpin oleh ketua adat.
Baca Juga: 3 Tradisi Unik Suku Dayak Ini Bisa Menambah Semangat Gotong Royong Warganya
Ritual pertama ini disebut dengan Paduapm yang artinya memanggil atau menggundang roh-roh para leluhur untuk datang dalam ritual Nyobeng dan sekaligus memohon izin atas ritual yang akan dilaksanakan.
Tahapan kedua adalah penyambutan tamu dimana dilaksanakan oleh ketua adat yang telah siap dengan sesajian yang dibawanya.
Tetua adat ini kemudian melemparkan anjing ke udara dengan Mandau, dan pihak kedua tamu rombongan harus menebasnya dengan Mandau hingga anjing itu mati.
Uniknya, jika anjing masih hidup maka harus dipotong begitu jatuh ketanah. Prosesi juga dilakukan untuk hewan lain seperti ayam hingga telurnya.
Biasanya kepala adat yang melempar telur ayam kepada rombongan tamu. Jika telur tersebut tidak pecah, maka artinya tamu yang datang tidak tulus.
Sebalinya, jika telur yang dilempar pecah, maka tamu ritual tersebut ikhlas dan selama acara Nyobeng, maka para tamu layak untuk dihormati.
Kontributor : Maliana
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Lagi Jadi Omongan, Berapa Penghasilan Edi Sound Si Penemu Sound Horeg?
- Tanpa Naturalisasi! Pemain Rp 2,1 Miliar Ini Siap Gantikan Posisi Ole Romeny di Ronde 4
- 5 Pemain Timnas Indonesia yang Bakal Tampil di Kasta Tertinggi Eropa Musim 2025/2026
- Brandon Scheunemann Jadi Pemain Paling Unik di Timnas Indonesia U-23, Masa Depan Timnas Senior
- Siapa Sebenarnya 'Thomas Alva Edi Sound Horeg', Begadang Seminggu Demi Bass Menggelegar
Pilihan
-
Media Vietnam Akui Nguyen Cong Phuong Cs Pakai Tekel Keras dan Cara Licik
-
Satu Kata Erick Thohir Usai Timnas Indonesia U-23 Gagal Juara Piala AFF
-
Pengobat Luka! Koreografi Keren La Grande di Final Piala AFF U-23 2025
-
8 HP Murah RAM Besar dan Chipset Gahar, Rp1 Jutaan dapat RAM 8 GB
-
5 Rekomendasi Mobil Bekas 50 Jutaan: Murah Berkualitas, Harga Tinggi Jika Dijual Kembali
Terkini
-
Dukung IKN dari Hulu: PPU Luncurkan Beras Lokal Benuo Taka
-
Sekolah Rakyat Segera Hadir di Kutim, Sasar Anak dari Keluarga Miskin
-
Kapal Rumah Sakit 50 Meter Siap Sambangi Pelosok Kaltim, Ini Tawaran dari Korea Selatan
-
Proyek IKN Jadi Sorotan DPR RI, Bandara VVIP hingga Jalan Inti Masuki Fase Penting
-
DLH Balikpapan: Bakar Sampah Bisa Kena Denda Rp50 Juta atau Kurungan 6 Bulan!