Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Kamis, 12 Desember 2024 | 19:45 WIB
Rekonstruksi yang digelar oleh Polda NTB terhadap tersangka pelecehan seksual, I Wayan Agus Suartama, alias Agus Buntung. [Suara.com/Buniamin]

SuaraKaltim.id - Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kalimantan Timur (Kaltim), Ani Juwariyah angkat bicara terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh I Wayan Agus Suartama (22) atau yang kini lebih dikenal dengan sebutan Agus Buntung.

Hal itu disampaikan Ani Kamis (12/12/2024) di Samarinda. Dia mengaku cukup menyesali peristiwa tersebut.

"Kalau memang itu betul dan ia bersalah secara pidana, kejadian tersebut cukup kami sesalkan. Tentu dia harus bertanggung jawab," ucap Ani, dikutip dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, di hari yang sama.

Ani juga mengingatkan aparat hukum untuk menjaga prinsip kesetaraan di depan hukum, sekaligus memastikan hak-hak disabilitas tetap dihormati sepanjang proses hukum berlangsung.

Baca Juga: Ombudsman Kaltim Proaktif Menyelesaikan 424 Laporan dengan Klarifikasi dan Mediasi

“Namun, saya berharap proses hukum yang dijalankan tetap menghormati hak asasi manusia dan kebutuhan khususnya sebagai penyandang disabilitas,” lanjutnya.

Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kaltim, Ani Juwariyah. [Presisi.co]

Menurut Ani, penyandang disabilitas memiliki hak dan kewajiban yang sama di depan hukum, seperti halnya non-disabilitas. Namun, ia menyoroti pentingnya akomodasi yang layak selama proses hukum berlangsung.

“Sebagai seseorang tanpa kedua lengan, Agus tentu memiliki keterbatasan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Kami berharap aparat penegak hukum memastikan dia mendapatkan bantuan yang memadai, misalnya untuk kebutuhan mendasar seperti makan atau berpakaian,” jelas Ani.

Ia mengungkapkan, kasus ini bisa menjadi pelajaran penting tentang perlunya menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah bagi penyandang disabilitas sejak dini.

“Kita perlu memahami apa yang memengaruhi perilaku seseorang, apakah faktor lingkungan, pendidikan, atau tekanan sosial. Bisa jadi ada trauma masa kecil yang membuat dia seperti ini,” tambahnya.

Baca Juga: Proses Penetapan UMK Bontang Dimulai: Target Rampung dalam 3 Hari

Namun, Ani menegaskan, faktor tersebut tidak boleh menjadi pembenaran atas tindakan kriminal.

“Jika memang ada indikasi gangguan mental, biarkan ahli seperti psikiater atau psikolog yang menilai,” katanya.

Ani berharap, kasus ini menjadi momentum untuk memperbaiki perhatian terhadap hak-hak penyandang disabilitas, terutama dalam hal keadilan hukum.

“Kami menyesalkan kejadian ini, terutama karena kami sedang memperjuangkan perlindungan terhadap kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Namun, di sisi lain, ini mengingatkan kita semua untuk tidak mengabaikan hak-hak penyandang disabilitas dalam situasi apa pun,” ujarnya.

Ia juga menambahkan, keluarga dan masyarakat sekitar memegang peran penting dalam membangun mental dan lingkungan yang positif bagi penyandang disabilitas.

“Jangan sampai karena kondisinya maka dia tidak mendapatkan hak-hak asasi manusianya,” pungkasnya.

Load More