Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Senin, 07 April 2025 | 18:20 WIB
Gubernur Rudy Mas'ud melakukan sidak ke dua lokasi SPBU di Samarinda pada Sabtu (05/04/2025). [Ist]

SuaraKaltim.id - Silviana Purwanti, Pengamat Komunikasi dari Universitas Mulawarman, memberikan sorotan terhadap cara pemerintah dan lembaga terkait menangani komunikasi krisis dalam menanggapi keresahan publik terkait kasus motor tersendat atau brebet.

Selama dua pekan terakhir, masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim) digemparkan oleh maraknya kejadian motor yang mengalami kendala seperti mesin tersendat, tiba-tiba mogok, hingga mengalami kerusakan parah usai mengisi BBM dari sejumlah SPBU tertentu.

Menanggapi hal ini, pihak Kepolisian Kota Samarinda melakukan pemeriksaan dan menyatakan tidak ditemukan indikasi adanya air di dalam tangki timbun SPBU.

“Kami telah memastikan takaran sesuai dengan tera dan kandungan BBM tetap sesuai standar. Sampel BBM, akan kami kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut meski prosesnya memerlukan waktu,” ucap Kasat Reskrim Polresta Samarinda, AKP Dicky Anggi Pranata.

Baca Juga: Larangan Pertamini dan BBM Eceran di Samarinda: Proses Penertiban Terhambat Administrasi

Langkah pengecekan juga dilakukan oleh Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rudy Mas’ud, yang meninjau langsung salah satu SPBU di Samarinda pada Sabtu (05/04/2025) untuk memastikan kualitas BBM.

"Di SPBU Karang Asam, kami telah melaksanakan pengecekan, ada dua tanki yang dikeluhkan oleh masyarakat, satu adalah penggunaan Pertamax, yang kedua adalah penggunaan Pertalite," ujar Gubernur Rudy di Samarinda, dikutip dari ANTARA, Senin (07/04/2025).

Ia menambahkan bahwa pemeriksaan dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan kontaminasi dalam tangki penyimpanan serta mengambil sampel BBM untuk diuji.

Pengamat Komunikasi dari Universitas Mulawarman, Silviana Purwanti. [Ist]

Meski demikian, Rudy menyatakan bahwa BBM yang disalurkan ke SPBU telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan.

"Intinya bahwa dari kualitas maupun juga berkaitan dengan keadaan bahan bakarnya, semuanya sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan Ditjen Migas," tegasnya.

Baca Juga: Apakah Toyota Hilux Rangga Irit Bahan Bakar? Ini Penjelasan Konsumsi BBM-nya!

Pihak Pertamina melalui Manager Retail Sales Region Kalimantan, Addieb Arselan, mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini sedang menindaklanjuti keluhan masyarakat, baik yang disampaikan lewat media sosial maupun saluran resmi.

"Jika masih ada keluhan, masyarakat bisa langsung ke SPBU. Lalu melampirkan bukti beserta lokasi SPBU tempat mengisi agar kami bisa melakukan tracing," tambahnya.

Menanggapi pernyataan tersebut, Silviana menilai bahwa pemerintah dan pihak terkait perlu menyampaikan informasi secara lebih terbuka dan lugas kepada masyarakat.

Menurutnya, sebagai pihak yang memiliki otoritas, mereka juga memiliki tanggung jawab untuk mendengarkan dan merespons keluhan publik secara serius.

“Intinya, komunikasi dua arah itu kunci. Dengan begitu, kepercayaan publik bisa tetap terjaga,” katanya.
Silviana menekankan pentingnya penerapan manajemen komunikasi krisis secara tepat.

Ia menilai respons yang diberikan oleh otoritas saat ini masih bersifat defensif dan belum sepenuhnya menjawab kekhawatiran masyarakat.

“Sebagai pemimpin, pernyataan Gubernur seharusnya bisa menjadi penenang, bukan justru menambah keraguan.”

“Ketika masyarakat mengeluh dan merasa ada yang nggak beres, lalu dibalas dengan pernyataan bahwa ‘semua sudah sesuai standar’, tapi tanpa penjelasan teknis atau langkah investigasi yang terbuka, itu bisa bikin publik makin nggak percaya,” jelasnya.

Menurutnya, instansi yang terlibat seharusnya tidak hanya memberikan klarifikasi sepihak, melainkan juga membuka ruang dialog yang inklusif.

Sebab, persoalan ini bukan hanya menyangkut mesin kendaraan, tetapi juga menyangkut rasa aman dan kepercayaan publik terhadap layanan pemerintah.

“Jadi menurut saya, pendekatan komunikasi mereka perlu dibenahi. Harus lebih transparan, empatik, dan responsif,” tegasnya.

Dari sisi komunikasi, Silviana mengingatkan bahwa ketika pernyataan resmi tidak mampu menjawab kekhawatiran masyarakat, hal itu dapat mengikis kredibilitas pihak berwenang.

“Bukan karena niat buruk, tapi karena kesenjangan antara pernyataan resmi dan pengalaman warga yang nyata,” lanjutnya.
Ia menambahkan, persepsi publik menjadi elemen penting dalam komunikasi pemerintahan.

Langkah pengecekan ke SPBU oleh pihak berwenang memang patut diapresiasi sebagai bentuk respons, namun jika tidak dibarengi dengan komunikasi yang terbuka dan penuh empati, maka kepercayaan masyarakat tetap bisa goyah.

“Bukan cuma sekadar menyampaikan pernyataan resmi, tapi juga membangun kepercayaan lewat keterbukaan data, investigasi independen kalau perlu, dan pelibatan masyarakat dalam proses pencarian solusi,” pungkasnya.

Kontributor: Giovanni Gilbert

Load More