SuaraKaltim.id - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Samarinda mendesak Pertamina Persero Unit Pemasaran VI Terminal BBM Samarinda terkait dugaan praktik pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) yang merugikan masyarakat.
Mereka menyuarakan tuntutan agar Pertamina bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen akibat dugaan pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax.
Aksi ini juga diwarnai curhatan dari masyarakat yang merasakan langsung dampak buruk dari dugaan BBM bermasalah tersebut.
Aksi unjuk rasa PMII Samarinda ini dipicu oleh terungkapnya kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Kejagung memperkirakan, kerugian negara akibat kasus ini mencapai angka fantastis, yakni Rp 193,7 triliun, bahkan berpotensi mencapai Rp 968,5 triliun jika dihitung dari tahun 2018 hingga 2023.
Pemilik Usaha Jasa Service AC Samarinda, Yusri ikut bergabung dalam barisan aksi unjuk rasa, demi menyuarakan keluhannya bersama masyarakat yang terdampak.
"Saya sebagai pengusaha kecil merasa sangat dirugikan. Setelah mengisi bensin, kendaraan saya jadi tidak bisa dipakai keliling (untuk kerja). Biaya perbaikannya saja Rp 500 ribu, belum lagi biaya kuras bensinnya," ujar Yusri, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Selasa (08/04/2025).
Ia mengeluhkan lantaran terpaksa tidak bekerja selama dua hari, meski dirinya harus tetap memberikan upah kepada anak buahnya.
Yusri dengan lantang menyuarakan keluhannya sambil menunjukkan struk pembayaran tarif perbaikan kendaraannya.
Baca Juga: BBM Diprotes Warga, Rudy Masud Ngintip Isi Tangki SPBU
"Tolong perhatikan nasib kami para pengusaha kecil ini, Pak," ungkapnya.
Sebagai informasi, berikut merupakan tiga poin tuntutan yang dilayangkan oleh PMII Samarinda ke Pertamina, khususnya dalam pernyataan sikap atas dugaan praktik pengoplosan BBM.
- Evaluasi Kinerja Pengelola Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Samarinda Group.
- Meminta PT Pertamina Patra Niaga Untuk Bertanggung Jawab Terhadap Pengoplosan Pertalite Ke Pertamax
- Sehingga Merugikan Masyarakat.
Meminta Pihak Berwenang dan PT Patra Niaga Untuk Menelusuri dan Mengadili Oknum-Oknum Yang Terlibat Dalam Pengoplosan Pertalite ke Pertamax.
Saat Motor Brebet Jadi Isu Publik, Pemerintah Dinilai Gagal Jaga Komunikasi Krisis
Silviana Purwanti, Pengamat Komunikasi dari Universitas Mulawarman, memberikan sorotan terhadap cara pemerintah dan lembaga terkait menangani komunikasi krisis dalam menanggapi keresahan publik terkait kasus motor tersendat atau brebet.
Selama dua pekan terakhir, masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim) digemparkan oleh maraknya kejadian motor yang mengalami kendala seperti mesin tersendat, tiba-tiba mogok, hingga mengalami kerusakan parah usai mengisi BBM dari sejumlah SPBU tertentu.
Menanggapi hal ini, pihak Kepolisian Kota Samarinda melakukan pemeriksaan dan menyatakan tidak ditemukan indikasi adanya air di dalam tangki timbun SPBU.
“Kami telah memastikan takaran sesuai dengan tera dan kandungan BBM tetap sesuai standar. Sampel BBM, akan kami kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut meski prosesnya memerlukan waktu,” ucap Kasat Reskrim Polresta Samarinda, AKP Dicky Anggi Pranata.
Langkah pengecekan juga dilakukan oleh Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rudy Mas’ud, yang meninjau langsung salah satu SPBU di Samarinda pada Sabtu (05/04/2025) untuk memastikan kualitas BBM.
"Di SPBU Karang Asam, kami telah melaksanakan pengecekan, ada dua tanki yang dikeluhkan oleh masyarakat, satu adalah penggunaan Pertamax, yang kedua adalah penggunaan Pertalite," ujar Gubernur Rudy di Samarinda, dikutip dari ANTARA, Senin (07/04/2025).
Ia menambahkan bahwa pemeriksaan dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan kontaminasi dalam tangki penyimpanan serta mengambil sampel BBM untuk diuji.
Meski demikian, Rudy menyatakan bahwa BBM yang disalurkan ke SPBU telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan.
"Intinya bahwa dari kualitas maupun juga berkaitan dengan keadaan bahan bakarnya, semuanya sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan Ditjen Migas," tegasnya.
Pihak Pertamina melalui Manager Retail Sales Region Kalimantan, Addieb Arselan, mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini sedang menindaklanjuti keluhan masyarakat, baik yang disampaikan lewat media sosial maupun saluran resmi.
"Jika masih ada keluhan, masyarakat bisa langsung ke SPBU. Lalu melampirkan bukti beserta lokasi SPBU tempat mengisi agar kami bisa melakukan tracing," tambahnya.
Menanggapi pernyataan tersebut, Silviana menilai bahwa pemerintah dan pihak terkait perlu menyampaikan informasi secara lebih terbuka dan lugas kepada masyarakat.
Menurutnya, sebagai pihak yang memiliki otoritas, mereka juga memiliki tanggung jawab untuk mendengarkan dan merespons keluhan publik secara serius.
“Intinya, komunikasi dua arah itu kunci. Dengan begitu, kepercayaan publik bisa tetap terjaga,” katanya.
Silviana menekankan pentingnya penerapan manajemen komunikasi krisis secara tepat.
Ia menilai respons yang diberikan oleh otoritas saat ini masih bersifat defensif dan belum sepenuhnya menjawab kekhawatiran masyarakat.
“Sebagai pemimpin, pernyataan Gubernur seharusnya bisa menjadi penenang, bukan justru menambah keraguan.”
"Ketika masyarakat mengeluh dan merasa ada yang nggak beres, lalu dibalas dengan pernyataan bahwa ‘semua sudah sesuai standar’, tapi tanpa penjelasan teknis atau langkah investigasi yang terbuka, itu bisa bikin publik makin nggak percaya,” jelasnya.
Menurutnya, instansi yang terlibat seharusnya tidak hanya memberikan klarifikasi sepihak, melainkan juga membuka ruang dialog yang inklusif.
Sebab, persoalan ini bukan hanya menyangkut mesin kendaraan, tetapi juga menyangkut rasa aman dan kepercayaan publik terhadap layanan pemerintah.
“Jadi menurut saya, pendekatan komunikasi mereka perlu dibenahi. Harus lebih transparan, empatik, dan responsif,” tegasnya.
Dari sisi komunikasi, Silviana mengingatkan bahwa ketika pernyataan resmi tidak mampu menjawab kekhawatiran masyarakat, hal itu dapat mengikis kredibilitas pihak berwenang.
“Bukan karena niat buruk, tapi karena kesenjangan antara pernyataan resmi dan pengalaman warga yang nyata,” lanjutnya.Ia menambahkan, persepsi publik menjadi elemen penting dalam komunikasi pemerintahan.
Langkah pengecekan ke SPBU oleh pihak berwenang memang patut diapresiasi sebagai bentuk respons, namun jika tidak dibarengi dengan komunikasi yang terbuka dan penuh empati, maka kepercayaan masyarakat tetap bisa goyah.
“Bukan cuma sekadar menyampaikan pernyataan resmi, tapi juga membangun kepercayaan lewat keterbukaan data, investigasi independen kalau perlu, dan pelibatan masyarakat dalam proses pencarian solusi,” pungkasnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
AYIMUN Samarinda Chapter 2025 Siapkan Generasi Muda Jadi Calon Pemimpin Global
-
Kaltim Jamin Stok Pangan Aman, Harga Terpantau Stabil Jelang Natal dan Tahun Baru
-
Persagi Siap Tugaskan Ahli Gizi untuk MBG di Seluruh Pelosok Indonesia
-
Alat Kebencanaan Disiagakan untuk Hadapi Cuaca Ekstrem di Kaltim
-
Warga Kaltim Diminta Waspada Potensi Bencana Hidrometeorologi