Menanggapi situasi ini, Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud membuka peluang bagi pihak swasta untuk membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Kaltim sebagai salah satu solusi alternatif atas keresahan warga.
“Kita sangat mempersilakan jika ada investor yang ingin bangun SPBU swasta. Yang penting sesuai prosedur. Harus jelas legalitas, keamanan, dan standar pelayanannya. Jangan hanya bangun tapi tidak beroperasi,” beber Rudy Mas’ud, dikutip dari kaltimtoday.co – Jaringan Suara.com, Selasa (15/04/2025).
Di Indonesia sendiri, sejumlah SPBU non-Pertamina seperti Vivo dan Shell telah beroperasi dan menjadi pilihan alternatif masyarakat.
Keberadaan SPBU swasta ini mulai diminati karena menawarkan inovasi layanan dan akses digital yang memudahkan. Meski demikian, tren tersebut belum terlalu berkembang di wilayah Kaltim.
“Kita ingin Kaltim dapat menjadi wilayah yang juga ramah bagi investasi sektor energi, termasuk dalam hal penyediaan alternatif BBM berkualitas yang aman dan terjangkau," ujarnya.
Rudy Mas’ud juga menekankan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim terbuka bagi investor yang ingin membangun SPBU swasta, termasuk di ibu kota provinsi, Samarinda.
Namun, seluruh proses administrasi, teknis, dan lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun daerah harus dipenuhi dengan baik.
"Dengan banyaknya alternatif SPBU, maka masyarakat bisa menjadi lebih mudah untuk mengakses BBM dan diharapkan dapat mengurai antrean panjang," sebutnya.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Hairul Anwar, menyebut bahwa kehadiran SPBU swasta sebagai alternatif bukanlah persoalan.
Baca Juga: Fenomena Motor Brebet Jadi Sorotan RDP, Akademisi: Akar Masalahnya Belum Terjawab
Namun, ia menilai bahwa investor tentu akan mempertimbangkan peluang dan potensi keuntungan sebelum membangun SPBU non-Pertamina di Kaltim.
“Di Jakarta saja beda harganya berapa? Bagi kita, tidak ada aturan yang melarang,” ucap Hairul.
Akan tetapi, perbedaan harga BBM antara SPBU Pertamina dan swasta dinilai dapat menimbulkan keresahan, terutama di kalangan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.
Apalagi, sebagian besar masyarakat kini cenderung menjadi konsumen yang selektif dalam memilih produk yang paling menguntungkan bagi mereka.
“Kalau bagi driver ojek online (ojol), itu akan sangat berpengaruh, karena mereka makan berapa liter sehari? Berbeda dengan masyarakat yang beli seliter per 3 hari dalam seminggu,” lanjutnya.
Ia juga menyarankan agar Pertamina membentuk tim khusus untuk menelusuri akar persoalan dari fenomena motor brebet, mulai dari tahap produksi BBM hingga distribusinya ke SPBU.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- 5 HP RAM 8 GB Paling Murah Cocok untuk Gamer dan Multitasking Berat
Pilihan
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah mulai Rp 1 Jutaan, Cocok untuk Ojol!
-
Saham BBRI Dekati Level 4.000 Usai Rilis Laba Bersih Rp41,23 Triliun
-
Harga Emas Turun Tiga Hari Beruntun: Emas Jadi Cuma 2,3 Jutaan di Pegadaian
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
Terkini
-
Bukan Ganti Guru, AI Justru Bantu Ciptakan Kelas yang Lebih Hidup
-
CEK FAKTA: Benarkah Ada Pendaftaran Program Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Rp 20 Triliun?
-
CEK FAKTA: Benarkah Luhut Ditetapkan Jaksa Agung sebagai Tersangka Korupsi Lahan?
-
CEK FAKTA: Klaim Wamenag Muhammad Syafii Setujui Hukuman Mati Koruptor
-
CEK FAKTA: Unggahan Soal PSI Usulkan Gibran dan Jokowi di Pilpres 2029