Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Kamis, 08 Mei 2025 | 18:03 WIB
Sidang gugatan BBM bermasalah di Pengadilan Negeri Samarinda. [kaltimtoday.co]

SuaraKaltim.id - Ketegangan antara konsumen dan PT Pertamina Patra Niaga terkait dugaan BBM bermasalah di Samarinda semakin mengemuka, namun proses hukum yang dinantikan harus kembali tertunda.

Sidang perdana yang digelar Pengadilan Negeri Samarinda, Rabu, 7 Mei 2025 urung membahas pokok perkara karena pihak tergugat belum menunjuk perwakilan hukum.

Penundaan tersebut disampaikan oleh kuasa hukum para penggugat, Ahmad Afifuddin Rozib.

Sidang ditunda dulu, karena dari pihak pertamina dan patra niaga dan DPRD belum mempersiapkan kuasa hukumnya,” sebutnya, dikutip dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Kamis, 8 Mei 2025.

Baca Juga: BBM Bermasalah, Pertamina Janji Buka Bengkel Gratis di 10 Daerah Kaltim

Gugatan ini sendiri berawal dari laporan delapan konsumen ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Karena hanya menangani perkara individual, BPSK akhirnya mengarahkan para korban untuk melanjutkan ke ranah peradilan.

Dyah Lestari, salah satu korban sekaligus penggugat, menuntut tanggung jawab Pertamina Patra Niaga atas BBM yang diduga menyebabkan gangguan mesin kendaraan secara massal di Samarinda.

Ia menegaskan pentingnya hak konsumen atas mutu bahan bakar.

“Kita sebagai konsumen layak mendapatkan BBM yang berkualitas. Kalau memang dikatakan ini bermasalah, dari dulu-dulu dong bermasalah, nyatanya kan baru-baru ini aja yang bermasalah,” ungkap Dyah.

Baca Juga: Motor Brebet dan BBM Aneh, DPRD Kaltim Desak Pertamina Tanggung Jawab

Dalam gugatannya, Dyah mengajukan tiga tuntutan utama: ganti rugi atas kerusakan kendaraan, penarikan produk BBM yang dinilai cacat mutu, serta permintaan maaf terbuka dari Pertamina kepada publik.

Ahmad menambahkan bahwa agenda sidang dijadwalkan ulang pada 21 Mei 2025.

“Karena ini sudah masuk ranah pengadilan, maka kita akan terus menunggu nanti sidang selanjutnya ya. Dari penggugat sendiri untuk saat ini tidak ada kata damai,” tegasnya.

Sementara itu, Novanda dari Bagian Hukum PT Pertamina Patra Niaga Samarinda belum memberikan penjelasan substansial.

"Saya belum bisa berkomentar banyak, karena nanti di sidang lanjutan baru bisa kami bawa pihak yang bisa memberikan keterangan untuk hal itu," ujarnya singkat.

Penundaan ini menandakan masih jauhnya jalan menuju kejelasan dan keadilan bagi para konsumen yang merasa dirugikan.

Sidang lanjutan pun menjadi momen yang dinantikan untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab produsen BBM dalam menjamin keamanan produk mereka.

Diuji Kampus Lokal, Pertamax di SPBU Samarinda Ternyata Tak Standar

Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menegaskan bahwa kerusakan pada kendaraan bermotor yang sempat marak di Kota Tepian bukan disebabkan oleh kondisi tangki kendaraan, melainkan karena turunnya kualitas BBM jenis Pertamax yang beredar di beberapa SPBU.

Dalam konferensi pers pada Senin, 5 Mei 2025, ia menyampaikan hasil uji independen terhadap BBM tersebut sebagai bentuk respons atas keresahan masyarakat yang mencurigai adanya kejanggalan pada bahan bakar.

Sebelumnya, uji internal dari pihak Pertamina menyatakan bahwa kualitas Pertamax masih dalam batas standar sesuai SK Dirjen Migas No. 3674K/24/DJM/2006.

Namun Pemkot Samarinda memilih langkah berbeda dengan melibatkan institusi akademik.

Uji laboratorium dilakukan oleh tim independen yang dipimpin Politeknik Negeri Samarinda, berkolaborasi dengan sejumlah kampus lainnya.

Mereka menguji tiga sampel bahan bakar yang diambil dari kendaraan yang mengalami gangguan.

“Tiga sampel Pertamax yang tim independen lakukan uji coba berasal dari kendaraan terdampak. Seluruhnya menunjukkan angka RON di bawah standar yaitu 86,7, 89,6, dan terakhir 91,6,” katanya merinci, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Selasa, 6 Mei 2025.

Sebagai perbandingan, angka RON minimal untuk Pertamax adalah 92.

Salah satu sampel dengan RON tertinggi kemudian diteliti lebih lanjut dengan menggali parameter lainnya.

Hasilnya, ditemukan empat indikator yang menyimpang dari spesifikasi seharusnya.

Empat parameter yang dimaksud adalah kandungan timbal (66 ppm), kadar air (742 ppm), benzen (8,38 persen), dan total aromatik (51,16 persen).

Tak hanya itu, analisis sedimen menunjukkan keberadaan logam berat seperti timah dan rhenium.

Kontaminan ini diketahui menyebabkan terbentuknya senyawa hidrokarbon kompleks yang memicu penyumbatan pada filter sistem injeksi bahan bakar.

“Ini sekaligus membantah bahwa tangki kendaraanlah penyebabnya. Karena dari hasil uji sedimentasi yang dilakukan, tangki kendaraan itu tidak ada yang berbahan baku timbal,” tegas Andi Harun.

Ia menambahkan, berbagai faktor diduga menyebabkan kerusakan bahan bakar ini, mulai dari paparan matahari, pencemaran logam, hingga kemungkinan buruknya sistem penyimpanan.

“Paparan sinar matahari, kontaminasi logam, buruknya sistem penyimpanan hingga penambahan zat aditif berlebih merupakan faktor yang memungkinkan rusaknya kualitas BBM,” tuturnya.

Load More