Denada S Putri
Senin, 09 Juni 2025 | 15:10 WIB
Ilustrasi Covid-19. [Ist]

SuaraKaltim.id - Dua pasien asal Kalimantan Timur (Kaltim) tengah menjalani perawatan di ruang isolasi RSUD Abdoel Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda setelah hasil swab antigen menunjukkan positif Covid-19.

Meski demikian, pihak rumah sakit menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu panik, karena penanganan kasus dilakukan sesuai protokol yang berlaku.

Pelaksana tugas (Plt) Direktur RSUD AWS, dr. Indah Puspitasari, mengatakan kedua pasien tersebut tidak memiliki riwayat bepergian ke luar daerah maupun luar negeri.

“Sampel kedua pasien sudah dikirim ke laboratorium di Banjarbaru untuk pemeriksaan PCR apakah termasuk varian baru Covid-19," ucapnya dalam keterangan pers, disadur dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Senin 9 Juni 2025.

Ia menambahkan bahwa hasil positif pada swab antigen bisa dipengaruhi oleh kondisi kesehatan bawaan yang diderita pasien, seperti diabetes dan gangguan paru-paru.

Dengan kata lain, infeksi aktif Covid-19 masih perlu dikonfirmasi lebih lanjut melalui uji PCR.

Meski belum dapat dipastikan terinfeksi varian baru, RSUD AWS tetap mengambil langkah sigap. Koordinasi telah dilakukan dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI).

“Kemenkes telah memfasilitasi proses pengambilan sampel untuk memastikan apakah pasien terinfeksi varian baru. Perlu diketahui, varian baru Covid-19 saat ini diketahui tidak menyebabkan peningkatan angka kematian,” jelas dr. Indah.

Sebagai upaya pencegahan, masyarakat diminta tetap waspada tanpa perlu panik. Menggunakan masker saat flu, menjaga kebersihan tangan, serta menerapkan etika batuk merupakan langkah sederhana yang tetap relevan.

Baca Juga: RSUD AWS: Harapan Baru Pengobatan Kanker di Kalimantan Timur

“Kami sampaikan informasi ini sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat. Jangan panik, tetap tenang, dan mari bersama-sama menjaga kesehatan,” tuturnya.

26 Ibu Meninggal dalam Sebulan, Kaltim Perkuat Sistem Kesehatan Ibu

Upaya menekan angka kematian ibu di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menjadi sorotan setelah Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim mencatat sebanyak 26 kasus kematian ibu sepanjang Mei 2025.

Angka ini menunjukkan pentingnya deteksi dini dan penguatan sistem rujukan terpadu dalam pelayanan kesehatan ibu.

Hal itu disampaikan Jaya saat berada di Samarinda, Sabtu, 7 Juni 2025.

"Setiap kasus kematian ibu adalah kehilangan besar dan menjadi indikator dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan," ujar Jaya disadur dari ANTARA, Minggu, 8 Juni 2025.

Dari laporan Dinkes, kasus tertinggi terjadi di Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) yang masing-masing melaporkan enam kematian.

Balikpapan berada di urutan selanjutnya dengan empat kasus, diikuti Paser, Kutai Barat (Kubar), dan Mahakam Ulu (Mahulu) masing-masing dua kasus.

Sedangkan Kutai Timur (Kutim) melaporkan di bawah tiga kasus, dan Kabupaten Berau mencatat satu kasus kematian ibu.

"Bontang dan Penajam Paser Utara tidak ada kasus kematian ibu," kata Jaya.

Untuk mencegah hal serupa terulang, Dinkes Kaltim tengah menggiatkan sejumlah strategi.

Fokus utamanya adalah memastikan ibu hamil mendapatkan pemeriksaan rutin, meningkatkan akses ke layanan persalinan berkualitas, serta memastikan sistem rujukan berjalan efektif hingga ke daerah terpencil.

Salah satu upaya yang kini diperkuat adalah penerapan Audit Maternal Perinatal Surveilans Respons (AMP-SR), sebagai langkah menyeluruh dalam memahami dan merespons kematian ibu dan bayi.

"Program ini memastikan setiap kasus kematian maternal dan perinatal tidak hanya dicatat, tetapi juga dianalisis penyebabnya secara komprehensif untuk merumuskan rekomendasi perbaikan," kata Jaya.

Program AMP-SR bekerja melalui serangkaian tahap mulai dari identifikasi kasus, pelaporan, pengkajian mendalam hingga tindak lanjut berupa respons layanan kesehatan.

Data yang dihimpun dari seluruh wilayah Kaltim menunjukkan bahwa mayoritas kematian disebabkan oleh komplikasi non-obstetrik (42 persen).

Disusul oleh hipertensi selama kehamilan, proses persalinan, dan masa nifas sebesar 38 persen. Sementara kasus perdarahan obstetrik menyumbang 12 persen dari total kejadian.

"Data ini menjadi dasar bagi kami untuk melakukan evaluasi mendalam dan menyusun strategi yang lebih efektif ke depan," tutur Jaya.

Load More