SuaraKaltim.id - Polemik pemindahan SMA Negeri 10 Samarinda kembali mencuat, kali ini dipicu oleh pencopotan mendadak Fathur Rachim dari jabatan kepala sekolah oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalimantan Timur (Kaltim).
Kebijakan ini disebut-sebut berkaitan erat dengan pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan pemindahan aktivitas belajar ke Kampus A di Jalan HAMM Rifadin, Samarinda Seberang.
Fathur Rachim membenarkan dirinya telah dinonaktifkan. Namun, ia menyayangkan proses yang dinilainya mendadak dan tanpa komunikasi resmi dari pihak dinas.
“Tidak ada pemberitahuan apapun sebelumnya. Saya diberhentikan secara tiba-tiba,” jelasnya, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Minggu, 29 Juni 2029.
Meski pemecatan itu dikaitkan dengan tudingan tidak kooperatif terhadap putusan hukum, Fathur memilih tidak melakukan perlawanan secara hukum.
Ia menyadari bahwa keputusan tersebut berada di tangan pihak berwenang, namun menyoroti aspek prosedural penonaktifannya.
“Saya dianggap tidak kooperatif terhadap putusan MA, tetapi yang menonaktifkan saya adalah seorang Pelaksana Tugas. Padahal saya diangkat dengan SK Gubernur. Banyak pengamat hukum dan tokoh masyarakat juga mempertanyakan legalitas langkah itu,” sebutnya.
Di tengah berbagai masukan agar menggugat keputusan tersebut, Fathur memilih untuk tidak memperpanjang polemik.
Ia lebih memilih menjaga ketenangan lingkungan sekolah daripada memicu konflik terbuka.
Baca Juga: Resmi Kembali ke Kampus A, SMAN 10 Samarinda Siap Cetak Generasi Unggul
“Saya tidak ingin memperpanjang masalah ini. Fokus saya adalah menjaga agar SMAN 10 tetap kondusif. Status Garuda Transformasi yang telah diperoleh sekolah ini adalah hasil perjuangan panjang. Saya tidak ingin nama baik itu tercoreng hanya karena konflik jabatan,” terangnya.
Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Disdikbud Kaltim, Armin, menjelaskan bahwa pencopotan dilakukan karena Fathur dinilai menghambat proses relokasi sekolah yang telah diputus secara hukum oleh Mahkamah Agung.
“Kurang kooperatif dalam proses pemindahan sekolah. Cenderung menghambat proses ini,” ujarnya.
Armin menegaskan bahwa Pemprov Kaltim wajib melaksanakan keputusan hukum yang telah bersifat tetap dan mengikat.
“Sudah ada putusan MA yang bersifat inkrah. Pemerintah Provinsi Kaltim memahami bahwa negara ini adalah negara hukum, dan kita kan wajib melaksanakan putusan itu,” tuturnya.
Dengan kondisi ini, publik menanti bagaimana kelanjutan dinamika di SMAN 10 Samarinda, antara penegakan hukum, tata kelola pemerintahan, dan keberlanjutan prestasi pendidikan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Body Lotion di Indomaret untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Rawat Garis Penuaan
- 7 Rekomendasi Lipstik Transferproof untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp20 Ribuan
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 November: Ada Beckham 111, Magic Curve, dan Gems
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 6 Tablet RAM 8 GB Paling Murah untuk Pekerja Kantoran, Mulai Rp2 Jutaan
Pilihan
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
Terkini
-
5 Link DANA Kaget Terbaru di Hari Minggu, Saldonya Bernilai Rp499 Ribu
-
Belanja Pegawai Ditekan, Kutim Upayakan TPP ASN Tidak Terpangkas
-
Jaga Identitas di IKN, DPRD PPU Siapkan Payung Hukum untuk Adat Paser
-
Dugaan Kriminalisasi Aktivis Lingkungan di Kaltim: MT Ditahan 100 Hari Tanpa Bukti Baru
-
Kutim Terjebak Warisan Lubang Tambang? Bupati ke KPC: Harusnya Jadi Sumber Penghidupan