Denada S Putri
Sabtu, 02 Agustus 2025 | 23:11 WIB
Ilustrasi UMKM Kaltim. [Ist]

SuaraKaltim.id - Langkah transformasi ekonomi di Kalimantan Timur (Kaltim) memasuki babak baru.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim menegaskan komitmennya untuk tidak lagi bergantung sepenuhnya pada ekspor batu bara.

Sebaliknya, sektor nonmigas—khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)—didorong menjadi pilar baru pertumbuhan ekonomi.

Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud menegaskan bahwa selama ini kontribusi batu bara sangat besar, mencapai 60 persen dari produksi nasional dan menyumbang 71 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah.

Namun, ketergantungan terhadap komoditas tak terbarukan ini mulai dipertanyakan keberlanjutannya.

Hal itu disampaikan Rudy dalam sambutannya saat mendampingi Menteri Perdagangan Budi Santoso meresmikan Export Center Balikpapan, Jumat, 1 Agustus 2025, di Galeri UMKM Balikpapan.

“Kita harus bertransformasi menuju ekonomi hijau dan biru yang berkelanjutan,” ujar Rudy disadur dari ANTARA, Sabtu, 2 Agusus 2025.

Transformasi ini bukan hanya narasi semata.

Rudy menyebutkan sederet komoditas ekspor nonmigas yang dinilai memiliki daya saing tinggi di pasar internasional, mulai dari udang windu organik, kerang segar, kepiting, ikan laut, rumput laut, hingga kakao, sawit, dan karet.

Baca Juga: 140 Titik Panas Sehari, Kaltim Siaga Karhutla

Ia bahkan menyebutkan bahwa Balikpapan setiap harinya mampu mengirimkan 5–8 ton kerang segar ke Singapura, lewat distribusi via Jakarta.

Potensi ini, katanya, akan jauh lebih optimal bila jalur logistik bisa dipangkas.

“Akses langsung akan mempercepat distribusi dan meningkatkan daya saing produk kita,” tegas Rudy.

Ia berharap Kementerian Perdagangan bisa memfasilitasi rute penerbangan langsung dari Balikpapan ke negara tujuan ekspor utama seperti Singapura dan Hong Kong.

Selain hasil perikanan, Kaltim juga memiliki kekuatan di sektor perkebunan dan keanekaragaman hayati.

Rudy menyoroti luas lahan sawit mencapai 3 juta hektare dan kawasan hutan seluas 12,5 juta hektare yang menjadi habitat bagi lebih dari 1.500 spesies flora dan fauna.

Komoditas seperti kakao dari Kutai Timur (Kutim) juga terus dikembangkan sebagai produk bernilai tambah.

Dengan berdirinya Export Center Balikpapan, Pemprov berharap pelaku UMKM tidak hanya mendapat pelatihan teknis dan pendampingan, tetapi juga dibantu menjangkau jejaring dagang global.

“Transformasi ekonomi harus berbasis nilai tambah, inklusif, dan berkelanjutan. UMKM adalah pemain kuncinya,” tutur Rudy.

BPS: Garis Kemiskinan Kaltim Capai Rp 866 Ribu per Kapita

Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) terus menunjukkan tren positif dalam pengentasan kemiskinan.

Dalam dua tahun terakhir, angka penduduk miskin mengalami penurunan signifikan, seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi dan bertambahnya lapangan kerja di wilayah ini.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kaltim Yusniar Juliana di Samarinda, Sabtu, 2 Agustus 2025.

"Pada September 2022 jumlah penduduk miskin Kaltim sebanyak 242.300 jiwa atau mencapai 6,44 persen. Namun pada Maret 2023 turun menjadi 231.070 jiwa atau turun menjadi 6,11 persen," kata Yusniar disadur dari ANTARA, di hari yang sama.

Perbaikan berlanjut hingga Maret 2025. Jumlah penduduk miskin terus berkurang menjadi 221.340 jiwa (5,78 persen) pada Maret 2024, lalu kembali turun menjadi 211.880 orang (5,51 persen) pada September 2024.

Terbaru, pada Maret 2025, angka tersebut menyusut lagi menjadi 199.710 jiwa atau hanya 5,17 persen.

Data BPS juga mencatat penurunan terjadi baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan.

Di kota, tingkat kemiskinan turun dari 4,41 persen pada September 2024 menjadi 4,16 persen pada Maret 2025.

Di desa, angkanya menyusut dari 8 persen menjadi 7,48 persen pada periode yang sama.

"Dibandingkan dengan September 2024, maka jumlah penduduk miskin Kaltim pada Maret 2025 di perkotaan turun sebanyak 6.100 orang, dari 118.190 orang pada September 2024 menjadi 112.040 orang pada Maret 2025," kata Yusniar.

"Pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin di wilayah perdesaan menurun sebanyak 6.100 orang, yakni dari 93.690 orang pada September 2024 menjadi 87.630 orang pada Maret 2025," tambahnya.

Penduduk dikategorikan miskin jika pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan.

Untuk Maret 2025, garis kemiskinan di Kaltim tercatat sebesar Rp 866.193 per orang per bulan.

Dari jumlah tersebut, sekitar 70,61 persen berasal dari kebutuhan makanan, dan sisanya 29,39 persen dari kebutuhan non-makanan.

"Pada Maret 2025, rata-rata rumah tangga miskin di Kaltim memiliki 5,24 orang anggota rumah tangga, sehingga besarnya garis kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah senilai Rp 4.538.851 per rumah tangga per bulan," jelas Yusniar.

Load More