SuaraKaltim.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan akhirnya menunda penerapan penyesuaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menyusul keluhan warga yang merasa terbebani akibat lonjakan signifikan pada tagihan pajak.
Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas’ud, menegaskan bahwa kebijakan penyesuaian sejatinya hanya ditujukan bagi kawasan bernilai ekonomi tinggi seperti kawasan industri, Jalan Mukmin Faisal, Kariangau, area sekitar jembatan tol, dan Sepinggan.
Hal itu disampaikan Rahmad, Jumat, 22 Agustus 2025.
“Untuk permukiman masyarakat, tarifnya tetap sama. Jika ada kenaikan terlalu tinggi, akan kami evaluasi,” ujarnya, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Minggu, 24 Agustus 2025.
Meski begitu, laporan warga menunjukkan adanya lonjakan besar, misalnya dari Rp 306 ribu menjadi Rp 9,5 juta per tahun.
Kritik juga datang dari organisasi mahasiswa GMNI Balikpapan yang menilai kebijakan berpotensi menekan masyarakat tanpa memperhatikan realitas ekonomi.
Rahmad menambahkan, pemerintah bersama Forkopimda sepakat untuk menunda kebijakan tersebut sembari memperkuat sosialisasi melalui Dinas Pendapatan Daerah.
“Pemerintah kota berpihak pada warga. Sosialisasi akan kami lakukan agar tidak ada kesalahpahaman,” katanya.
Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo, juga menolak anggapan kenaikan tarif dilakukan secara menyeluruh atau hingga ribuan persen.
Baca Juga: Harga Beras Premium di Balikpapan Tembus Rp17 Ribu, Jauh di Atas HET
Menurutnya, penyesuaian hanya berlaku terbatas di lokasi tertentu dan hasil pembahasan bersama DPRD.
“Prinsipnya bukan membebani masyarakat,” tegasnya.
Bagus menekankan bahwa penerimaan dari PBB akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan publik, mulai dari pendidikan, kesehatan, infrastruktur, air bersih, hingga penanganan banjir.
“PBB ini bukan untuk dikorupsi, tapi untuk pembangunan kota,” jelasnya.
Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian turut mengingatkan seluruh kepala daerah agar berhati-hati dalam menetapkan kebijakan PBB.
Ia menegaskan setiap penyesuaian NJOP maupun tarif wajib memperhatikan kondisi sosial-ekonomi masyarakat serta dilaporkan ke pemerintah pusat untuk dievaluasi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Pemain Keturunan yang Menunggu Diperkenalkan PSSI usai Mauro Zijlstra
- 'Ogah Ikut Makan Uang Haram!' Viral Pasha Ungu Mundur dari DPR, Benarkah?
- Usai Kena OTT KPK, Beredar Foto Immanuel Ebenezer Terbaring Dengan Alat Bantu Medis
- Eks Feyenoord Ini Pilih Timnas Indonesia, Padahal Bisa Selevel dengan Arjen Robben
- Terbukti Tak Ada Hubungan, Kenapa Ridwan Kamil Dulu Kirim Uang Bulanan ke Lisa Mariana?
Pilihan
-
Hasil Super League: Brace Joel Vinicius Bawa Borneo FC Kalahkan Persijap
-
Persib Bandung Siap Hadapi PSIM, Bojan Hodak: Persiapan Kami Bagus
-
5 Fakta Kekalahan Memalukan Manchester City dari Spurs: Rekor 850 Gol Tottenham
-
Rapper Melly Mike Tiba di Riau, Siap Guncang Penutupan Pacu Jalur 2025
-
Hasil Super League: 10 Pemain Persija Jakarta Tahan Malut United 1-1 di JIS
Terkini
-
Uji Coba di 38 Titik, Samarinda Matangkan Sistem Parkir Berlangganan
-
PPU Hadapi 101 Ton Sampah per Hari, Apa Kunci Penopang Kebersihan IKN?
-
AJI Kritik Pernyataan Rahmad Masud Soal Berita PBB: Hak Jawab atau Dewan Pers
-
Tambang Ilegal di Kukar Tak Kunjung Tuntas, Kades Santan Ulu: Lagu Lama Mas
-
1.453 Pelajar PPU Terima Beasiswa, Disiapkan Jadi SDM Unggul untuk IKN