SuaraKaltim.id - Sebanyak 22 mahasiswa lintas fakultas dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda ditangkap kepolisian, Senin, 1 September 2025, dini hari.
Mereka ditangkap di Kampus FKIP Unmul, Jalan Banggeris, Samarinda.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, penangkapan ini terjadi sekitar pukul 02.00 Wita.
Puluhan mahasiswa Unmul itu digelandang ke mobil petugas, kemudian dibawa ke Mapolres Samarinda.
Pendamping hukum dari LBH Samarinda, Irfan Ghazy mengatakan, seluruh mahasiswa yang ditangkap itu merupakan mahasiswa Unmul.
Mereka ditangkap karena dituduh sedang mempersiapan aksi dan disertai penemuan botol molotov.
"Mereka sekarang sedang dalam proses pemeriksaan di Polres Samarinda," kata Irfan ketika dikonfirmasi, dikutip dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, di hari yang sama.
Sebagai informasi, Aliansi Mahakam yang dimotori mahasiswa, organisasi masyarakat sipil bersiap melakukan aksi di depan kantor DPRD Kaltim, Senin siang.
Logo PKI Hanya untuk Diskusi Akademik, Smoke Bomb Disebut Properti Penutupan Ospek
Baca Juga: Kuasai Tanpa Jabatan, Diduga Atur Pemerintahan: Figur H Jadi Target
Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Mulawarman (Unmul) menolak tegas tuduhan yang dilayangkan kepolisian terkait dugaan kepemilikan bom molotov, tindakan anarkis, hingga penggunaan simbol Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dalam pernyataan resmi yang diunggah melalui akun Instagram organisasi, Senin ini, mahasiswa sejarah menilai tuduhan tersebut tidak memiliki dasar kuat dan hanya bentuk kriminalisasi terhadap gerakan mahasiswa.
“Tuduhan kepemilikan bom molotov adalah fitnah keji,” demikian bunyi pernyataan Badan Pengurus Inti Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah, dikutip dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com.
Mereka menjelaskan, keberadaan logo PKI di sekretariat hanyalah materi pendukung diskusi sejarah, bukan untuk menyebarkan ideologi terlarang.
Sementara itu, smoke bomb yang ditemukan disebut sebagai properti acara penutupan orientasi mahasiswa baru.
Lebih jauh, mahasiswa sejarah juga mengkritisi langkah aparat yang masuk ke area kampus tanpa izin pihak universitas.
Menurut mereka, tindakan tersebut merusak otonomi kampus sekaligus menimbulkan rasa takut di lingkungan akademik.
Tak hanya soal kriminalisasi, mahasiswa juga menyoroti lemahnya fasilitas di Kampus Banggeris.
Pagar yang rapuh, minim pencahayaan, hingga ketiadaan CCTV dinilai membuat aparat dengan mudah masuk ke lingkungan kampus.
“Seharusnya hal-hal ini dapat dihindari jika fasilitas yang dijanjikan oleh kampus sudah diberikan. Keamanan yang kurang tegas dalam melindungi ranah intelektual menjadi perhatian untuk segera dibenahi agar tidak ada lagi aparat masuk ke ranah intelektual," tutup pernyataan tertulis itu.
Simbol PKI Dinilai Murni Bahan Akademik, Bukan Tindak Pidana
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda menegaskan agar kepolisian segera membebaskan empat mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) yang hingga kini masih ditahan di Mapolres Samarinda.
LBH menilai tidak ada alasan kuat untuk menahan mereka karena tidak terbukti memiliki niat menyiapkan molotov dalam aksi.
Pendamping hukum dari LBH Samarinda, Irfan Ghazy, menjelaskan bahwa tindakan mahasiswa tersebut terjadi secara spontan, bukan direncanakan.
"Tindakan yang dilakukan keempat mahasiswa itu murni karena mereka terpantik, bukan karena punya niatan menyiapkan molotov untuk aksi. Bila keempatnya berniat, mereka yang akan mencari, membeli, dan meracik molotov," ucap Irfan, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com.
Ia menambahkan, bahan molotov justru berasal dari pihak lain yang mengirimkan kepada mahasiswa.
Namun, identitas pengirim belum bisa disampaikan karena masih dalam proses penyidikan.
LBH juga mengungkapkan, laporan soal 22 mahasiswa Unmul yang ditangkap di FKIP Kampus Banggeris baru masuk sekitar pukul 01.31 dini hari.
Tim hukum baru bisa mendampingi mereka sekitar pukul 04.00 pagi setelah menunggu hampir satu jam.
"Agak sulit mau kasih bantuan hukum. Kami menunggu agak lama," ujar Irfan.
Terkait simbol PKI yang sempat ditunjukkan polisi dalam konferensi pers, Irfan menegaskan hal itu tidak terkait tindak pidana.
Menurutnya, simbol tersebut dipakai sebagai bahan diskusi akademik mengenai sejarah partai politik di Indonesia.
"Gak ada hubungannya dengan tindak pidana. Itu bahan mereka terkait pergerakan parpol di Indonesia," tegasnya.
Dari total 22 mahasiswa yang diamankan, 18 di antaranya sudah dilepaskan usai pemeriksaan, sementara empat lainnya masih harus menjalani proses hukum.
Berita Terkait
Terpopuler
- Sahroni Ditemukan Tewas, Dikubur Bersama 4 Anggota Keluarganya di Halaman Belakang Rumah
- Pratama Arhan dan Azizah Salsha Dikabarkan Rujuk, Ini Penjelasaan Pengadilan Agama Tigaraksa
- Link Resmi Template Brave Pink Hero Green Lovable App, Tren Ubah Foto Jadi Pink Hijau
- Penuhi Tuntutan Demonstran, Ketua DPRA Setuju Aceh Pisah dari Indonesia
- Presiden Prabowo Tunjuk AHY sebagai Wakilnya ke China, Gibran ke Mana?
Pilihan
-
ASI Itu Bodyguard, Vaksin Itu Sniper: Kenapa Bayi Butuh Dua-duanya, Bukan Cuma Salah Satunya!
-
5 Rekomendasi HP Murah Baterai Awet di Bawah Rp 2 juta, Tahan Seharian! Terbaik September 2025
-
4 Rekomendasi HP Murah di Bawah Rp 2 juta dengan Spek Dewa! Terbaik September 2025
-
5 Fakta Suami-Istri Dalang Penjarahan Rumah Ahmad Sahroni, Hasut Massa Lewat Medsos hingga Grup WA!
-
Mau Kerja di Lingkungan Istana? Wantimpres Buka Lowongan, Lulusan SMA Bisa Daftar!
Terkini
-
Daftar Korban Helikopter Jatuh di Gunung Belumutan Tanah Bumbu
-
IKN Butuh Dukungan, Kemenkumham Tegaskan MBG di Penajam Jangan Asal Jalan
-
SMAN 16 Samarinda dan BPVP Jadi Titik Awal Sekolah Rakyat Kaltim
-
Sudah 70 Persen Dikerjakan, Proyek Turap Kanaan Bontang Tersendat Gegara Sengketa
-
PPU Bangun Rumah Singgah Senilai Rp 700 Juta, Perkuat Layanan Sosial Mitra IKN