- Polisi Cek Tambang Marangkayu, Hanya Tinggalkan Bekas Galian
- Tebang Pilih Penegakan Hukum? Praperadilan Lepaskan Dua Tersangka Tambang Ilegal di Kaltim
- KPK Perketat Jerat di Kasus Suap Tambang, Dayang Donna Tunggu Giliran?
SuaraKaltim.id - Langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menghentikan sementara 36 dari 190 perusahaan tambang batu bara di Kalimantan Timur (Kaltim) dinilai jauh dari kata tuntas.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menilai kebijakan ini hanya sebatas formalitas administratif yang tidak menyentuh akar masalah.
“Penghentian sementara seolah-olah memberi pesan bahwa pemerintah tegas. Padahal, mayoritas perusahaan tambang di Kalimantan Timur beroperasi dengan model bisnis yang sama, ekspor batu bara, raup untung, tinggalkan lubang,” tegas Jatam Kaltim disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Selasa, 23 Juli 2025.
Menurut Jatam Kaltim, praktik penghentian dan sanksi dalam dunia pertambangan kerap berujung pada kompromi antara pemerintah dan perusahaan.
Sanksi yang semestinya menimbulkan efek jera justru direduksi menjadi sekadar urusan administrasi atau denda yang jauh dari kerugian ekologis yang ditimbulkan.
Kasus CV Arjuna disebut sebagai contoh gamblang.
Perusahaan itu bermasalah dalam penyetoran dana jaminan reklamasi (jamrek) sekaligus diwarnai indikasi keterlibatan pejabat dalam praktik rente.
“CV Arjuna hanyalah puncak gunung es. Di bawahnya, puluhan bahkan ratusan perusahaan bermain dalam lingkaran yang sama: setoran, pembiaran, dan kolusi,” ungkap Jatam.
Selain soal kerusakan lingkungan, Jatam juga menyoroti korban jiwa akibat lubang tambang yang dibiarkan terbuka.
Baca Juga: Pemprov Kaltim: Void Tambang Bukan Lagi Ancaman, Tapi Sumber Kehidupan Baru
Sejak 2011 hingga 2025, tercatat 49 orang meninggal dunia.
Dari jumlah itu, hanya satu kasus yang sempat masuk proses hukum, namun dengan putusan yang dianggap mencederai keadilan: vonis dua bulan penjara dan denda Rp 1.000.
“Bagi kami, penghentian sementara hanyalah drama birokrasi. Tanpa keterbukaan data, tanpa proses hukum pidana, tanpa pemulihan wilayah, dan tanpa jaminan perlindungan masyarakat, langkah ini tidak lebih dari transaksi kotor di balik meja kekuasaan,” tegas Jatam.
Sebagai tindak lanjut, Jatam mengajukan empat tuntutan pokok.
Pertama, reklamasi dan revegetasi nyata, bukan hanya di atas kertas.
Kedua, transparansi dana jamrek dengan audit independen.
Berita Terkait
Terpopuler
- Siapa Saja 5 Pelatih Tolak Melatih Timnas Indonesia?
- 7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Pilihan Sunscreen Wardah dengan SPF 50, Efektif Hempas Flek Hitam hingga Jerawat
- 5 Body Lotion Mengandung SPF 50 untuk Mencerahkan, Cocok untuk Yang Sering Keluar Rumah
Pilihan
-
PSSI Kalah Cepat? Timur Kapadze Terima Tawaran Manchester City
-
Menkeu Purbaya Segera Ubah Rp1.000 jadi Rp1, RUU Ditargetkan Selesai 2027
-
Menkeu Purbaya Kaji Popok Bayi, Tisu Basah, Hingga Alat Makan Sekali Pakai Terkena Cukai
-
Comeback Dramatis! Persib Bandung Jungkalkan Selangor FC di Malaysia
-
Bisnis Pizza Hut di Ujung Tanduk, Pemilik 'Pusing' Berat Sampai Berniat Melego Saham!
Terkini
-
DPR Dorong Optimalisasi KIHT untuk Pasarkan Rokok Legal
-
DPR Tekankan Nilai Tambah Logam Tanah Jarang Harus Dinikmati di Tanah Air
-
1.000 Koperasi Terlibat, Pemerintah Perkuat Rantai Pasok MBG
-
Rote Ndao Jadi Garda Depan, PDIP Mantapkan Konsolidasi Selatan Nusantara
-
Tito: Pendidikan dan Inovasi Kunci Indonesia Keluar dari Middle Income Trap