Denada S Putri
Minggu, 28 September 2025 | 20:03 WIB
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Jaya Mualimin. [Presisi.co]
Baca 10 detik
  • SMA 13 Samarinda Jadi Sorotan, Satgas Akui Ada Celah dalam Pengawasan MBG
  • BGN Akui Mahakam Ulu Masih Jadi 'Blank Spot' MBG di Kaltim
  • Makanan Gratis Jadi Basi, DPRD Kaltim Desak Perbaikan Sistem MBG

SuaraKaltim.id - Meski bertujuan menambah asupan gizi bagi pelajar, pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kalimantan Timur (Kaltim) masih menyisakan pekerjaan rumah di sisi keamanan pangan.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim menekankan bahwa ketepatan waktu konsumsi makanan menjadi faktor krusial agar tidak memicu keracunan.

Kepala Dinkes Kaltim, Jaya Mualimin, menyebut makanan yang disajikan dalam program MBG memiliki batas waktu konsumsi yang ketat, terutama untuk jenis makanan berkuah dan basah.

Hal itu disampaikannya saat berada di Samarinda, Sabtu, 27 September 2025.

“Idealnya makanan harus habis dalam empat jam setelah dimasak. Lewat dari itu, risiko terkontaminasi bakteri meningkat drastis,” ujarnya, disadur dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Minggu, 28 September 2025.

Ia mencontohkan kasus di Samarinda, di mana sejumlah siswa sempat mengalami gangguan pencernaan karena mengonsumsi makanan MBG yang sudah dibiarkan terlalu lama.

“Mereka baru makan usai Salat Jumat, padahal makanan telah disajikan sebelumnya. Kondisi makanan sudah menurun kualitasnya. Akibatnya, anak-anak merasa tidak nyaman di lambung,” jelasnya.

Untuk mengantisipasi kejadian serupa, Dinkes Kaltim melakukan pembekalan kepada penjamah makanan, mulai dari pemilihan bahan baku, cara memasak yang benar, hingga distribusi ke sekolah.

Selain itu, dilakukan pengawasan ketat dengan pengambilan sampel makanan sebelum dibagikan.

Baca Juga: Makanan Gratis Jadi Basi, DPRD Kaltim Desak Perbaikan Sistem MBG

“Jika sampel makanan dinyatakan aman, baru bisa dibagikan. Kalau ditemukan potensi bahaya, distribusi langsung dihentikan,” tegas Jaya.

Puskesmas pun diposisikan sebagai lini pertama dalam penanganan darurat jika muncul dugaan keracunan, dengan rujukan ke rumah sakit bila diperlukan. Penyelidikan epidemiologi juga disiapkan untuk mengetahui sumber masalah.

Selain bahaya keracunan, Dinkes turut mengingatkan soal risiko alergi makanan pada anak.

“Kalau alergi biasanya spesifik seperti terhadap seafood. Tapi kalau makanannya basi, semua bisa terdampak,” katanya.

Untuk menjamin keberlanjutan program, bahan pangan MBG dipasok dari produk lokal yang mudah didapat, seperti telur, sayuran, dan ikan haruan. Upaya pemetaan rantai pasok juga diperkuat agar distribusi berjalan lancar, higienis, dan tidak melewati masa kedaluwarsa.

“Niat baik untuk meningkatkan gizi anak jangan sampai terganggu oleh kelalaian teknis di lapangan. Keamanan pangan adalah hal utama,” tutup Jaya.

Load More