Ombudsman Temukan Maladministrasi TWK Pegawai KPK, Presiden Diminta Bina 5 Pejabat Negara

Ombudsman Republik Indonesia (RI) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan pembinaan kepada lima pimpinan lembaga negara.

Chandra Iswinarno | Welly Hidayat
Rabu, 21 Juli 2021 | 19:12 WIB
Ombudsman Temukan Maladministrasi TWK Pegawai KPK, Presiden Diminta Bina 5 Pejabat Negara
Anggota Ombudsman RI Robertus Na Endi Jaweng, Kamis (10/6/2021). [Suara.com/Welly Hidayat]

SuaraKaltim.id - Ombudsman Republik Indonesia (RI) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan pembinaan kepada lima pimpinan lembaga negara, lantaran ditemukan adanya maladministrasi dalam tahapan pembentukan tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beralih menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Komisioner Ombudsman Robert Na Endi Jaweng mengemukakan, lima pimpinan lembaga negara yang perlu dibina Presiden Jokowi, yakni Kepala BKN, Kepala LAN, Ketua KPK, Menkumham, dan Menpan RB.

"Presiden perlu melakukan pembinaan kepada lima pimpinan lembaga bagi perbaikan kebijakan yang berorientasi atas tata kelola yang baik," katanya saat konferensi pers secara daring, Rabu (21/7/2021).

Dia membeberkan, alasan kelima kepala lembaga negara tersebut perlu dibina karena ditemukan dugaan maladministrasi dalam proses penyusunan awal TWK. Hingga, menghasilkan 51 pegawai KPK yang tidak lulus akan diberhentikan.

Baca Juga:ORI Temukan Maladministrasi, Firli Cs Diminta Angkat 75 Pegawai Tak Lulus TWK jadi ASN

Menurutnya, dalam rangkaian penyusunan TWK sejak Agustus 2020 dan terutama harmonisasi yang dilakukan pada tanggal 16-17 Januari dan 21-22 Desember 2020 terkait klausul TWK ternyata belum ada kerjasama KPK dengan BKN.

"Belum muncul juga penyelenggaran oleh KPK bekerja sama dengan BKN," katanya.

Dia juga menyebut, pada 5 Januari 2021, KPK baru melakukan pembahasan secara internal. Kemudian muncul klausul asesmen TWK.

Meski begitu,  pada 25 Januari KPK dalam rapat internalnya hanya masih merekomendasi untuk bekerja sama dengan BKN. Tidak, ada pembahasan terkait klausul TWK.

Ombudsman pun berpendapat, proses panjang sebelumnya dan harmonisasi 4 sampai 5 kali rapat tidak muncul klausul TWK. 

Baca Juga:Ombudsman RI Minta Presiden Jokowi Take Over Kewenangan Alih Status Pegawai KPK

"Munculnya klausul TWK adalah bentuk penyisipan ayat, pemunculan ayat baru, munculnya di bulan terakhir proses ini. Ini penting kami lihat apa penyisipan itu," katanya.

Dia mengatakan terkait penyusunan administrasi  berdasarkan peraturan Menkumham nomor 23 tahun 2018 harmonisasi TWK sejak awal dihadiri oleh pejabat pimpinan tinggi, dalam hal ini Sekjen KPK atau kepala biro Perundang-Undangan KPK yang memang mempunyai kewenangan dalam proses assesmen peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

Sampai bulan Desember, dalam harmonisasi KPK masih dipatuhi dengan pejabat yang hadir sebagai pelaksana yakni Sekjen KPK maupun Kepala Biro hukum bersama Dirjen Kemenkumham Perundang-undangan. 

Anehnya, kata Robert, ketika harmonisasi terakhir pada 26 Januari 2021, yang hadir ternyata bukan para pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam penyusunan.

Namun, langsung lima pimpinan lembaga yang hadir. Kepala BKN, Kepala LAN, Ketua KPK, Menteri Kumham dan MenPAN RB. 

"Sesuatu yang luar biasa. Sampai di situ masih kami lihat alurnya," ucapnya.

Lebih lanjut, dalam haromonisasi yang dihadiri lima kepala lembaga itu hasil dari Berita Acara ternyata yang menandatangi malah pihak-pihak yang tidak hadir Kepala Biro Hukum KPK dan Dirjen Kemenkumham Perundang-undangan.

"Hasil tersebut kami lihat BA (berita acara), yang tanda tangan bukan mereka yang hadir, tapi justru mereka yang tidak hadir," katanya.

Lantaran itu, Robert berpendapat, bahwa ada penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang. Kehadiran pimpinan lima lembaga negara, yang seharusnya dikoordinasikan Dirjen Kemenkumham tentu tidak terlaksana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini