Hikayat Warteg, Dari Zaman Republik Indonesia Serikat hingga PPKM Level 4

Warteg bermunculan tak lama setelah ibu kota berpindaha dari Yogyakarta ke Jakarta yang ditandai dengan pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS).

Chandra Iswinarno
Rabu, 18 Agustus 2021 | 11:55 WIB
Hikayat Warteg, Dari Zaman Republik Indonesia Serikat hingga PPKM Level 4
Seorang pelayan warteg mengemas pesanan pengunjung di Serpong, Tangsel, Selasa (27/7/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]

SuaraKaltim.id - Mendengar kata Warteg alias warung tegal tentunya tak asing di telinga kita. Sajian makanan nasi rames dengan berbagai macam menu pilihan dan tentunya murah menjadi idaman semua masyarakat terutama dari kalangan warga kebanyakan.

Tak heran jika warteg selalu menjadi primadona pilihan utama masyarakat lantaran rasa makanan yang menyesuaikan dengan lidah warga sekitar dan tentunya tidak membuat dompet mengempis lebih cepat.

Berbicara tentang warteg, tentunya orang akan mengasosiasikannya dengan sebuah wilayah di kawasan pantai utara Jawa Tengah (Jateng).

Perjalanan warteg yang kini menjadi label masakan murah di seluruh Indonesia ini ternyata memiliki sejarah yang menarik.

Baca Juga:30 Menit Pas untuk Makan di Warteg, Riza: Orang Tua Tak Bisa Makan Cepat Seperti Anak Muda

Dikutip dari SuaraJateng.id, tersebut jika pelopor warteg berasal dari warga di tiga desa, yakni Desa Sidapurna, Desa Sidakaton, dan Desa Krandon. Ketiga desa tersebut diinformasikan mengelola warung makan secara bergantian.

Pun kemudian, warteg kali pertama muncul di Jakarta pada tahun 1950-an, bertepatan dengan pembubaran Republik Serikat Indonesia (RIS) yang menandai hijrahnya ibu kota Republik Indonesia dari Yogyakarta ke Jakarta.

Pembangunan besar-besaran di Jakarta dan migrasi penduduk ke kota atau urbanisasi menjadi pemicu suburnya warteg. Apalagi dalam kenyataannya, urbanisasi terjadi di sejumlah wilayah di Pulau Jawa.

Para pekerja proyek infrastruktur dari pelosok wilayah Pulau Jawa jelas membutuhkan asupan makanan di sekitar wilayah pembangunan proyek.

Melihat peluang itu, sebagian orang-orang dari pelosok Pulau Jawa yang mengikuti urbanisasi, memilih menjual makanan sederhana dengan harga yang merakyat.

Baca Juga:Menilik Sejarah Warteg di Indonesia, Penyelamat Perut Mahasiswa dengan Kantong Pas-pasan

Sehingga tak heran, jika pada awalnya kemunculan warteg menyasar masyarakat ekonomi menengah ke bawah, terutama pekerja proyek.

Harga makanan yang disajikan di warteg pun cukup bersahabat dan sesuai dengan porsi pekerja.

Tak heran jika saat ini pilihan untuk menyantap makanan di warteg menjadi pilihan tepat karena tidak terlalu menguras dompet.

Diketahui sebagian besar penjual warteg berasal dari Tegal, Jawa Tengah.

Sejumlah pengunjung saat makan di warteg. (Suara.com/Yaumal Asri)
Sejumlah pengunjung saat makan di warteg. (Suara.com/Yaumal Asri)

Mayoritas mereka memiliki garis keturunan para pendahulunya. Kini warteg telah berkembang pesat di seluruh penjuru Indonesia.

Usaha warteg pun dinilai cukup menjanjikan, karena laba usahanya lumayan besar.

Tak jarang banyak juragan-juragan warteg yang sukses membuka banyak cabang yang tersebar di berbagai daerah.

Pun kemaudian tak heran, jika di zaman pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) seperti saat ini, durasi makan di warteg juga menjadi patokan sejumlah pejabat, yakni dibatasi maksimal 20 menit.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini