Pengamat: Banjir di Samarinda Lama Karena Rusaknya Ruang Sungai di Hulu dan Tengah

Ia menyayangkan fenomena penggundulan bukit dan penebangan pohon yang terjadi di Samarinda.

Denada S Putri
Senin, 25 Oktober 2021 | 07:30 WIB
Pengamat: Banjir di Samarinda Lama Karena Rusaknya Ruang Sungai di Hulu dan Tengah
Situasi banjir di Jalan S Parman, Samarinda. [Dokumen Relawan TRC-ITS]

SuaraKaltim.id - Misman, pengamat sungai di Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) menilai lamanya durasi banjir di sejumlah titik di Kota Tepian untuk surut, bahkan memakan waktu hingga lima hari terakhir, disebabkan oleh rusaknya ruang sungai di kawasan hulu dan tengah.

"Ruang sungai atau daerah aliran sungai (DAS) itu meliputi gunung, bukit, lembah, rawa, dan titik yang paling dekat dengan sungai, yakni riparian," ujar Misman yang juga Ketua Gerakan Memungut Sehelai Sampah di Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) disadur dari ANTARA, Senin (25/10/2021).

Ia menyayangkan fenomena penggundulan bukit dan penebangan pohon yang terjadi di Samarinda. Sampai saat hujan turun, maka tak ada akar pohon yang dapat menyerap hujan. Katanya juga, air yang langsung terjun bebas ke pemukiman warga menjadi korban.

Parahnya lagi, bukit di ruang sungai justru banyak yang dipangkas. Kemudian, tanahnya untuk menguruk rawa demi permukiman. Sehingga menurutnya lagi, hal ini merupakan perilaku perusakan lingkungan ganda, karena rawa yang diuruk pun berada di ruang sungai.

Baca Juga:Viral Imbauan Hati-hati Beraktivitas di Jembatan Mahakam Samarinda Karena Ada Buaya

Katanya, DAS Karang Mumus yang memiliki luas 316,22 km2 atau 31.622 ha dengan keliling sebesar 103,26 km tersebut, awalnya memiliki ratusan rawa. Namun, seiring perkembangan zaman dan pembangunan yang tidak ramah ruang sungai, maka kini yang tersisa hanya beberapa rawa, itu pun sudah dikuasai oleh warga.

Keberadaan rawa dan bukit dalam DAS sangat vital untuk mengurangi banjir (bukan mencegah), karena air hujan tidak langsung terbuang ke sungai, tapi ditampung di rawa dan akar-akaran di perbukitan.

"Dari rawa dan perbukitan, air akan dialirkan secara perlahan ke sungai sehingga tidak terjadi limpahan air terlalu besar. Ini adalah pekerjaan alam per detik, manusia tidak akan sanggup menggantikan, maka kita jangan mimpi bisa mengatasi banjir jika ruang sungai masih rusak," ucapnya.

Keberadaan rawa dan bukit yang masih terawat atau tidak dirusak manusia juga untuk menjaga kualitas, kuantitas, dan kontinuitas sungai, yakni sungai tetap mengalir meski musim kemarau.

"Tidak seperti sekarang, di musim hujan limpahan air begitu kuat yang akhirnya terjadi banjir. Sedangkan di musim kemarau, sungai mengering karena tidak ada aliran dari rawa maupun perbukitan akibat ruang sungai kita memang rusak parah," tuturnya mengakhiri.

Baca Juga:Dilaporkan Hilang Saat Bermain Banjir, Bocah 8 Tahun di Samarinda Ditemukan Meninggal

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini