"Inovasinya dengan parkir elektronik. Kita belajar banyak dari kota-kota lain, Solo misalnya, jumlah kendaraannya 50 persen di bawah Samarinda. Tetapi retribusi parkir dan PAD-nya mencapai Rp 11 miliar per tahun. Itu waktu tahun 2019. Sementara kita untuk target Rp 2,5 miliar masih sulit," ujarnya.
Akan hal tersebut, ia menilai penerapan e-Parking perlu terus dievaluasi Pemkot Samarinda demi mencegah adanya kebocoran PAD, lantaran retribusi parkir yang selama ini berjalan menggunakan mekanisme bayar tunai rentan akan kebocoran PAD.
"Sosialisasi e-Parking harus dilakukan terus menerus. Agar masyarakat juga mau dan memiliki kesadaran, karena PAD itu muaranya juga kepada pembangunan di Samarinda," imbuhnya.
Sementara itu, salah seorang juru parkir di Jalan Panglima Batur, Sukir alias Eky menyatakan, masyarakat yang membayar parkir menggunakan konsep e-Parking saat ini terbilang sangat sedikit. Diketahui wilayah Jalan Panglima Batur adalah satu dari 10 titik penerapan e-Parking.
Baca Juga:Pemkot Samarinda Raih Peringkat Pertama KIP: PR Buat Kita
"Bahkan dalam seminggu itu sangat jarang. Walaupun memang ada beberapa kali yang menggunakan, bayar secara digital," tandasnya.