SuaraKaltim.id - Pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) nikel di Kawasan Industri Kariangau (KIK) Kelurahan Kariangau, Balikpapan Barat ternyata menimbulkan kerusakan. Yakni, kerusakan hutan mangrove di sekitar Kawasan Teluk Balikpapan yang disebut kian menjadi.
Pembabatan mangrove diduga terjadi di wilayah tersebut. PT MMP yang diduga melakukan pembabatan untuk memperluas area proyek smelter nikel di kawasan itu. Di mana area Sungai Tempadung, Kelurahan Kariangau yang menjadi lokasinya.
Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pokja Pesisir dan Nelayan Husen Suwarno menuturkan, berdasarkan kajian empiris di lapangan, pengrusakan lingkungan tersebut diduga berlangsung dari 24 Desember 2021 sampai Maret 2022 ini.
“Kalau melihat peruntukan ruangnya itu memang masuk KIK berdasarkan Perda Tata Ruang RT/RW 2021-2032 itu kawasan masuk untuk perluasan KIK. Persoalannya adalah kawasan itu masih hutan sebelum dibuka ketika akan dibuka kawasan itu diwajibkan siapapun yang beraktivitas harus membuat Amdal baru nanti keluar izin lingkungannya kan begitu,” ujarnya, melansir dari Inibalikpapan.com--Jaringan Suara.com, Selasa (29/3/2022).
Baca Juga:Ini Fungsi Hutan Mangrove, Ternyata Penting untuk Mahluk Hidup
Ia menambahkan, aktivitas pendorongan sekaligus penimbunan vegetasi mangrove seluas 10 Hektar diareal titik koordinat S 01.11214, E 116.74819 dan sekitarnya. Selain itu aktivitas pengerukan bagian hulu anak Sungai Tempadung sepanjang 70 Meter dengan lebar sungai sebesar 30 Meter yang berada pada titik koordinat S 01.11205, E 116.74809 dan sekitarnya.
Terkait dengan pengupasan, penggalian dan pendorongan lahan beserta vegetasi mangrove diatasnya seluas 20 Hektar yang berada pada titik koordinat S 01. 11318, E 116.74794 dan sekitarnya.
“Itu yang menjadi konsen kami, padahal itu kawasan yang seharusnya dilindungi Mangrolove itu ternyata oleh pembangunan Smelter nikel itu dipakai Mangrove itu dihabisi untuk aktivitas mereka,” jelasnya.
Ia mengaku, pihak pemerkasa baru membuat Kerangka Acuan (KA) Amdal padahal pengrusakan hutan Mangroove tersebut sudah dilakukan sejak Desember 2021 lalu.
“Pembukaan di Desember dan Januari 2022 mereka baru menyusun KA Amdal ini baru kerangka belum disepakati atau belum disahkan dan belum dilakukan konsultasi publik. Tapi ternyata mereka sudah membuka lahan sudah cukup masif,” bebernya.
Baca Juga:Disebut Kiai Mangrove, Kisah Sururi yang Takut dengan Sosok Presiden Soeharto
Ia tidak mempersoalkan terkait dengan pembangunan smelter nikel asal sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan.”Karena memang kawasan itu sudah masuk KIK, tapi setidaknya ketika dia akan melakukan aktivitas karena itu akan berdampak terhadap lingkungan hidup secara landscap seharusnya Amdal dan Izin lingkungan harus terbit dulu tidak sertamerta membuka walaupun izin prinsip atau konsesi mereka sudah dapat,” sesalnya.
Dampak lingkungan yang terjadi akibat adanya pembukaan kawasan pesisir hutan mangrove tersebut maka sedimentasi akan bermuara ke sungai hingga laut.
”Tentu hasil tangkapan nelayan berkurang, lalu terutama yang akan mendapat dampak secara langsung ya nelayan memnag aktivitas mereka ada wilayah favorit tangkapan nelayan tradisional di sana,” tuturnya.
Ia menyebut, aktivitas perusakan lingkungan bukan hanya di satu titik saja. Oleh sebab itu dia mendesak DLH Balikpapan untuk melakukan tinjauan lokasi dan pengawasan.
”Pemerintah terkait inikan lemah tidak ada monitoring di lapangan sampai ada pembukaan mangrove yang luas dan terjadi berkali-kali itukan otomatis DLH Kota Balikpapan maupun Provinsi itu lemah dalam pengawasan,” tegasnya.
Ke depan pinta Husen, Pemerintah harus meningkatkan pengawasan lapangan untuk mengantisipasi adanya perusakan lingkungan. Terlebih Kaltim khususnya Balikpapan yang menjadi daerah penyangga Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
“Harus dilakukan langkah-langkah konkret dan cepat melakukan peninjauan lapangan kalau memang terbukti mereka melanggar lingkungan hidup dan tindak sesuai peraturan yang ada,” tandasnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi media, Kepala DLH Kota Balikpapan, Sudirman Djayaleksana mengaku, akan segera melakukan evaluasi data dan tinjauan ke lokasi, sehingga bisa diambil langkah-langkah yang sesuai di lapangan.
“Coba nanti kami komunikasikan lagi dan instansi terkait, apakah kawasan tersebut masuk dalam zona KIK atau bukan dan sudah ada amdal atau tidak,” singkatnya.