SuaraKaltim.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan menyatakan akan menerapkan peraturan pembelian minyak goreng curah dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta menggunakan aplikasi PeduliLindungi.
Kebijakan pembelian dengan menggunakan NIK dan PeduliLindungi dilakukan untuk memastikan ketersediaan minyak goreng curah domestik pada harga terjangkau. Bahkan untuk pembelian tersebut, pemerintah juga membatasi maksimal 10 kilogram per NIK perharinya.
Dengan adanya kebijakan tersebut, banyak masyarakat yang mengeluh. Salah satunya, Pemilik Toko Belibis Jaga di Pasar Segiri, Kecamatan Samarinda Ulu yang bernama Haji Kahar.
Ia menuturkan, dengan diterapkan kebijakan pembelian minyak goreng menggunakan NIK dan PeduliLindungi bisa membuat masyarakat kebingungan.
Baca Juga:Gunungkidul Belum Dapat Sosialisasi, Syarat NIK Baru Diberlakukan di Distributor Minyak Goreng Curah
“Kalau sekarang diterapkan, yang pertama orangtua kebanyakan pasti bingung karena kan biasanya pembelian itu tidak menggunakan apa-apa. Jadi sebenarnya kebijakan ini berdampak juga kepada penjualan,” ungkapnya, saat ditemui wartawan media ini, Senin (27/6/2022).
Selain itu, ia juga tidak menyetujui dengan pembatasan pembelian minyak goreng curah 10 kilogram perharinya. Pasalnya, ia menilai, sangatlah tidak etis lantaran kebanyakan pelanggannya yang menggunakan minyak curah ialah para pedagang.
“Penjualan juga akan berkurang dengan adanya penerapan ini. Karena yang menggunakan minyak goreng curah ini kebanyakan pedagang saja. Gimana kalau penggunaan minyak goreng mereka lebih dari 10 kilogram, pasti mereka akan mengeluh juga,” jelasnya.
“Alhamdulillah padahal minyak goreng curah ini tidak lagi langka lagi kayak kemaren. Dan harganya juga sudah normal Rp 14 ribu, makanya kalau diterapkan aturan ini sangat meresahkan masyrakat."
Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu konsumen minyak goreng curah bernama Yola. Di temui di lokasi yang sama, dia meminta agar kebijakan pembelian minyak goreng curah dengan NIK dan PeduliLindungi tidak diberlakukan.
“Saya enggak setuju mas dengan kebijakan itu. Karena memperibet pembelian minyak goreng curah. Padahal sekarang minyak goreng curah itu tidaklah langka lagi,” ucapnya.
Kendati itu, keduanya berharap agar kebijakan ini bisa segera di revisi. Agar tidak menyengsarakan warga. Khususnya masyarakat Kota Samarinda.
Kebijakan Gagal dari Pemerintah
Sementara itu, Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Hairul Anwar menunturkan kebijakan ini merupakan kegagalan pemerintah. Pasalnya, ia menilai bahwa pemograman pemerintah terkait minyak goreng curah memang sangat baik namun selalu kalah dalam permasalahan teknis.
“Ini adalah kegagalan pemerintah kesekian kalinya, kita mau memang kalau subsidi itu (minyak goreng) itu tepat sasaran dan intensionnya subnya selalu betul. Tapi kan pemerintah ini selalu gagal dalam teknis,” ungkapnya, saat dihubungi melalui panggilan seluler.
“Yang menggunakan minyak curah ini kan kebanyakan para pedagang. Enggak ada namanya rumah tangga menggunakan minyak curah. Jadi ini sebenarnya kebijakan yang kurang tepat dari pemerintah,” sambungnya.
Tak hanya itu, pria yang kerap disapa Codi itu menjelaskan, kebijakan ini bukan lah solusi yang baik untuk masyarakat. Lantaran sangat tidak etis untuk menerapkan kebijakan seperti ini pasca pandemi Covid-19.
“Itulah di tengah seperti ini Pemerintah justru bukan memberikan solusi melainkan memberikan masalah saat ini. Pemerintah harus mengerti apa yang diinginkan masyarakat tidak seperti ini pembelian minyak curah harus pake NIK atau apalah itu,” tegasnya.
Kendati itu, ia meminta agar pemerintah tak perlu banyak mengatur pembelian minyak goreng. Karena yang diinginkan masyarakat hanyalah stok minyak goreng ada dan tidak langka.
“Enggak ribet permintaan masyarakat, mereka hanya meminta agar stoknya itu ada. Kalau ada barangnya kan penjualan itu berlancar dan tidak ada antrian-antrian panjang,” pungkasnya.
Kontributor : Apriskian Tauda Parulian