SuaraKaltim.id - Kayu ulin menjadi salah satu jenis kayu yang tumbuh secara alami di hutan tropikal basah yang banyak ditemukan di Pulau Kalimantan.
Kayu ulin atau yang punya nama lain kayu besi ini dikenal sebagai salah satu kayu yang paling kuat di habibatnya di Kalimantan.
Kemudian, di Kalimantan Timur, ada sebuah jembatan kayu ulin terkenal yang terletak di Kecamatan Muara Muntai, Kutai Kartanegara (Kukar).
Jembatan ulin ini dibangun untuk menghubungkan empat desa yakni Desa Kayu Batu, Muara Muntai Ilir, Muaran Muntai Ulu, dan Rebaq Rinding.
Baca Juga:Ubur-ubur Langka Hilang, Pulau Kakaban Ditutup Sementara
Bahkan, jembatan ini sempat diklaim sebagai jembatan kayu ulin terpanjang di Asia. Jembatan ulin di Kukar ini disebut memiliki panjang 16 kilometer.
Jematan ulin ini disebut mulai dibangun pada tahun 1980 silam dan kini hanya tinggal kenangan saja.
Pasalnya, jembatan kayu ini telah dibeton karena sulitnya mencari kayu ulin saat ini untuk memperbaiki kualitas jembatannya.
Lantas bagaimana cerita sejarah dari jembatan ulin yang kini tinggal kenangan ini?
Adapun cerita ini bermula pada tahun 1980-an di Kalimantan Timur pada saat pemerintah kabupaten Kukar ingin membangun jembatan ulin yang melintas di atas Labuan Kelambu.
Baca Juga:Potensi Wisata Berau Diharapkan Dongkrak UMKM
Kala itu, jembatan yang dibuat ini nantinya menjadi urat nadi menghubungkan kampung di Bidukbiduk.
Kemudian setelah dibangun jembatan yang baru, praktis jembatan ulin lebih banyak berfungsi sebagai jembatan wisata.
Menurut Bupati Berau saat itu, Makmur HAPK, jembatan tersebut menyimpan kenangan bagi masyarakat Bidukbiduk.
Memang ada usulan agar jembatan tersebut diperbaiki. Namun bagi bupati jembatan ulin yang masih kokoh itu cukup dipelihara saja.
“Kan sudah ada jembatan besi yang juga lokasinya berdekatan,” kata Makmur pada Maret 2014 lalu.
Makmur saat itu menyebutkan di sekitar kawasan tersebut merupakan daerah wisata untuk melakukan perjalanan menuju Labuan Cermin.
Jadi, Makmur berpendapat kehadiran jembatan ulin bisa mendukung pengembangan pariwisata, khususnya di Labuan Cermin.
“Keberadaan jembatan ini, hendaknya mendukung pengembangan wisata tersebut,” tambahnya.
Sehingga, meskipun ada usulan untuk dilakukan perbaikan, Makmur berpendapat sebaiknya hanya dirawat saja. Serta, membatasi angkutan yang melintas di jembatan tersebut.
Ia menyarankan, kelompok masyarakat yang mengelola Labuan Cermin, hendaknya menjadikan jembatan ulin tersebut menjadi bagian dari pengembangan wisata.
Kontributor : Maliana