Hari Anti Korupsi: Aksi Cosplay Soroti Tambang Ilegal dan Politik Dinasti di Kaltim

Diah mengungkap data dari Indonesian Corruption Watch (ICW) yang menyebutkan 138 kandidat dalam Pilkada 2024 diduga terkait kasus korupsi.

Denada S Putri
Selasa, 10 Desember 2024 | 13:30 WIB
Hari Anti Korupsi: Aksi Cosplay Soroti Tambang Ilegal dan Politik Dinasti di Kaltim
Gelaran Aksi Memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia di Depan Kantor Gubernur Kaltim. [Presisi.co]

SuaraKaltim.id - Hari Anti Korupsi Sedunia yang jatuh pada 9 Desember diperingati dengan aksi kreatif oleh Komite 30 Hari HAM di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur pada Senin (09/12/2024) pagi kemarin.

Massa aksi mengenakan kostum yang mewakili tujuh institusi pemerintah, yakni Presiden dan menterinya, polisi, pengusaha, advokat, kepala daerah, pejabat pemerintah, serta anggota DPRD. Mereka membawa spanduk bertuliskan, "KPK Tak Berfungsi, Tambang Ilegal Jadi Sarang Korupsi."

Penanggung jawab aksi, Diah Pitaloka, menegaskan, korupsi telah menjadi masalah sistemik yang mencederai demokrasi dan masa depan bangsa.

Dalam orasinya, Diah mengungkap data dari Indonesian Corruption Watch (ICW) yang menyebutkan 138 kandidat dalam Pilkada 2024 diduga terkait kasus korupsi. Ia juga menyoroti fenomena politik dinasti yang kian meluas, dengan 33 dari 37 provinsi terafiliasi dinasti politik.

Baca Juga:Pemprov Kaltim Genjot Vaksinasi PMK, Sasar 150.000 Dosis Tahun Ini

“Pilkada langsung telah melestarikan politik dinasti. Tingginya biaya politik mendorong praktik ekonomi bawah meja seperti gratifikasi dan eksploitasi sumber daya alam secara ilegal,” tegas Diah, dikutip dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Selasa (10/12/2024).

Menurutnya, tingginya angka golongan putih (golput) dalam Pilkada juga menunjukkan kemuakan masyarakat terhadap praktik politik yang tidak sehat.

“Angka golput naik 6,23 persen, ini sinyal kuat bahwa masyarakat sudah jengah dengan kondisi demokrasi kita,” imbuhnya.

Diah menjelaskan, biaya politik yang tinggi sering kali bersumber dari aktivitas ekonomi ilegal, yang ia sebut sebagai ekonomi underground. Praktik ini melibatkan kolusi antara pejabat publik dan aparat penegak hukum.

“Aktivitas ilegal ini mendapat perlindungan dari aparat, memperparah kerusakan sistem hukum kita,” katanya.

Baca Juga:Pengamat: Pemerataan Infrastruktur di Wilayah 3T Butuh Aksi Nyata, Bukan Retorika

Aksi cosplay ini juga menyoroti dampak korupsi terhadap berbagai agenda penting seperti pemulihan lingkungan, pembangunan berkelanjutan, ekonomi hijau, dan mitigasi perubahan iklim.

Komite 30 Hari HAM berharap aksi ini bisa menggugah kesadaran publik dan meningkatkan mosi tidak percaya terhadap institusi yang dianggap rawan korupsi. Mereka menyerukan reformasi total untuk menyelamatkan demokrasi dan masa depan bangsa dari jeratan korupsi.

“Korupsi adalah kanker stadium akhir. Bahkan solusi seperti ekonomi hijau kerap dijadikan kedok untuk ladang korupsi baru. Ini hanya narasi kosong yang mengkhianati masa depan umat manusia,” pungkas Diah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak