SuaraKaltim.id - Ketika kota tumbuh, tantangan pun bertambah. Salah satu persoalan yang kerap mencuat di ruang-ruang publik adalah parkir yang tidak tertib, bahkan kerap merampas hak pejalan kaki.
Di tengah tuntutan kota modern, Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan memilih langkah digital sebagai solusi—dengan menghadirkan sistem parkir elektronik atau e-parking.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Balikpapan, Muhammad Fadli Pathurrahman, Senin, 16 Juni 2025.
“Kami sedang menata kantong-kantong parkir, khususnya di kawasan padat seperti di Jalan MT Haryono. Salah satu langkah utama adalah penerapan e-parking agar lebih tertib dan transparan,” kata Fadli, disadur dari ANTARA, di hari yang sama.
Baca Juga:Bandara IKN Dipercepat, Reforma Agraria Jadi Solusi Pemkab PPU Lindungi Warga
E-parking hadir tak sekadar sebagai pembaruan sistem, tetapi juga strategi membangun kota yang efisien dan berorientasi pelayanan.
Menggunakan metode cashless, retribusi parkir akan langsung masuk ke kas daerah dan menekan potensi kebocoran.
Sistem ini diharapkan mendukung pelayanan publik berbasis digital dan pengelolaan parkir yang lebih profesional.
Ada dua model yang akan diterapkan: gerbang otomatis di area tertutup dan perangkat pembayaran digital di ruas jalan umum.
Jika tidak ada kendala teknis, peluncuran e-parking ditargetkan dapat dimulai tahun ini.
Baca Juga:Jaga Sawah, Jaga Ketahanan Pangan IKN: Pemkab PPU Siapkan Regulasi Cegah Alih Fungsi
“Kedua lokasi ini kami pilih karena sering digunakan untuk kegiatan berskala besar dan status lahannya milik pemerintah kota, jadi aspek legalitasnya aman,” ujar Fadli, merujuk pada area BSCC Dome dan Stadion Batakan sebagai kawasan percontohan.
Lebih jauh, Dishub Balikpapan melihat e-parking sebagai peluang meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Hasil dari retribusi parkir elektronik masuk melalui Dishub, sementara pajak parkir dari badan usaha swasta dikelola oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda),” jelasnya.
Selain infrastruktur digital, perhatian juga diberikan pada sumber daya manusia yang menjalankan sistem ini.
Selama ini, juru parkir (jukir) memainkan peran penting di lapangan, dan kini Dishub tengah membina sekitar 50–70 jukir resmi.
Namun, tidak sedikit yang mengundurkan diri karena alasan pribadi.
“Kami ingin ke depan mereka bisa lebih profesional dan memiliki perlindungan kerja, salah satunya melalui BPJS Ketenagakerjaan,” ucap Fadli.
Penertiban juga menyasar kembali ke titik-titik parkir lama yang dinilai tak relevan lagi.
Selain itu, Dishub menggandeng DPMPTSP untuk memastikan pelaku usaha menyediakan lahan parkir sesuai kapasitas tempat usahanya.
“Misalnya ada kafe dengan kapasitas 100 orang, minimal harus disediakan 50 sampai 70 titik parkir. Ini penting supaya kendaraan pelanggan tidak mengambil badan jalan,” tegasnya.
Pada akhirnya, lebih dari sekadar lahan, penataan parkir merupakan bagian dari identitas kota dan upaya menciptakan ruang hidup yang lebih layak.
“Parkir yang tertib dan transparan akan membawa banyak manfaat bagi warga. Ini bukan sekadar urusan lahan, tapi bagian dari wajah Kota Balikpapan ke depan,” imbuh Fadli.
Balikpapan Siap Terapkan Syarat Ijazah PAUD untuk Masuk SD 2026
Menjelang penerapan kebijakan nasional yang mewajibkan kepemilikan ijazah PAUD sebagai syarat masuk Sekolah Dasar (SD) pada tahun ajaran 2026, Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan bergerak cepat memastikan kesiapan infrastruktur dan layanan pendidikan anak usia dini.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Balikpapan, Irfan Taufik, menyatakan bahwa dengan jumlah 420 lembaga PAUD yang telah tersebar di seluruh kecamatan, pihaknya optimistis kebijakan ini dapat dijalankan secara menyeluruh tanpa mengorbankan akses pendidikan anak.
Hal itu disampaikan Kepala Disdibud Balikpapan, Irfan Taufik, Minggu, 15 Juni 2025.
“Dengan 420 lembaga PAUD yang tersebar di Kota Balikpapan, kami yakin kebijakan ini dapat diterapkan tanpa menghambat akses anak-anak untuk melanjutkan ke jenjang SD,” kata Irfan disadur dari ANTARA, Senin, 16 Juni 2025.
Kebijakan ini mengacu pada Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), yang menetapkan bahwa usia masuk SD minimal 7 tahun atau 6 tahun bagi anak yang telah menyelesaikan PAUD, bahkan memberi kelonggaran bagi anak usia 5,5 tahun dengan catatan telah memperoleh rekomendasi dari psikolog atau guru PAUD.
Sebagai langkah antisipatif, Disdikbud Balikpapan mulai gencar melakukan sosialisasi sejak dini agar masyarakat dapat menyesuaikan rencana pendidikan anak-anak mereka.
“Memang aturan ini belum diwajibkan pada tahun ajaran 2025, tapi kami sudah mulai melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar orang tua bisa menyiapkan anak-anaknya sejak dini,” ujar Irfan.
Lebih dari sekadar kewajiban administratif, aturan ini dianggap sebagai upaya memperkuat kesiapan anak sebelum memasuki pendidikan dasar, baik dari sisi emosional, sosial, maupun kognitif.
“Kami mendorong orang tua untuk mulai mempertimbangkan PAUD sebagai tahap penting dalam tumbuh kembang anak, dan bukan sekadar tempat penitipan,” tambahnya.
Untuk memastikan keberhasilan kebijakan ini, koordinasi intensif dilakukan dengan pengelola PAUD negeri dan swasta, termasuk dalam hal pemenuhan kualitas tenaga pendidik dan kesesuaian kurikulum.
Pemerintah kota juga sedang menyusun regulasi daerah untuk mendukung pelaksanaan teknis di lapangan, seperti pengaturan penerbitan ijazah PAUD, akreditasi lembaga, hingga alur sosialisasi masyarakat.
Selain itu, pemetaan akses layanan PAUD juga menjadi perhatian. Disdikbud Balikpapan memastikan tidak terjadi kesenjangan antarwilayah, terutama bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu.
“Kami akan pastikan bahwa setiap anak di Balikpapan, baik dari keluarga mampu maupun kurang mampu, mendapatkan akses yang adil terhadap pendidikan anak usia dini,” ujar Irfan.
Kolaborasi lintas sektor turut dilibatkan, seperti forum PAUD, kader posyandu, dan PKK, guna memperluas jangkauan informasi ke masyarakat.
Dengan kesiapan infrastruktur dan sinergi lintas elemen, Balikpapan berambisi menjadi salah satu daerah yang sukses menerapkan kebijakan nasional tersebut secara utuh dan inklusif.
“Kami ingin memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal hanya karena persoalan administrasi, yang utama adalah mereka mendapatkan pendidikan terbaik sejak usia dini,” tutur Irfan.