Lebih jauh, ia mengajak para pegiat desain, digital, dan teknologi informasi untuk menghidupkan cerita rakyat menjadi karya populer, seperti animasi dan game.
“Kenapa kita meniru anime dari luar? Kita punya banyak pahlawan dari cerita rakyat. Pesut Mahakam bisa jadi ‘Pesut King’. Jagoan-jagoan dari tradisi Dayak bisa dibuat seperti Mobile Legends,” ucapnya sambil tersenyum.
Untuk mendukung misi ini, BPK membuka ruang kolaborasi dengan berbagai pihak.
“Tanggung jawab untuk memajukan kebudayaan tidak hanya milik pemerintah. Komunitas, pelaku kreatif, masyarakat juga harus terlibat. Kami sangat terbuka untuk bergandengan tangan,” tegasnya.
Baca Juga:Pemprov Kaltim Bidik Jalan Perkebunan Jadi Akses Pesisir Strategis
Saat ini, BPK Wilayah XIV tengah mengusulkan Yupa sebagai bagian dari Memori Dunia UNESCO, serta Mando sebagai warisan budaya tak benda tingkat dunia.
“Kami mohon dukungan dari semua pihak agar Mando dan Yupa bisa diakui dunia. Ini akan menjadi kebanggaan Kalimantan Timur dan Indonesia,” harapnya.
Di penghujung pernyataannya, Thea menekankan pentingnya menjadikan kebudayaan sebagai alat pembangunan, bukan sekadar ornamen pelengkap.
“Kebudayaan itu bukan objek yang dibangun, tapi alat untuk membangun bangsa. Kalau anak-anak muda bisa memimpin lewat kebudayaan, maka Indonesia akan sangat kuat,” tuturnya.
Nilai Tradisional, Senjata Ampuh Tangkal Hoaks Masa Kini
Baca Juga:Musda XI Golkar Kaltim: Aklamasi di Depan Mata, Konsolidasi Diperkuat
Dalam era serbacepat digital, informasi yang menyesatkan bisa menyebar jauh lebih cepat dibandingkan kebenaran.
Lebih dari sekadar salah paham, hoaks di Indonesia telah terbukti menjadi pemicu konflik sosial, ekonomi, bahkan kerusuhan besar.
Hal itu ditegaskan oleh Ubaidillah, peneliti Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PRMB) BRIN dalam sebuah diskusi publik bertajuk “Sosialisasi Konten Berdasarkan Riset: Menghindari Hoaks dan Disinformasi” di Samarinda, Rabu, 16 Juli 2025.
Ubaidillah mengangkat dua studi kasus dari Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menunjukkan betapa seriusnya dampak hoaks.
Salah satunya terjadi pada 2013, saat kabar bohong yang tersebar di grup media sosial berubah menjadi amukan massa.
“Itu berkembang dari isu personal menjadi kerusuhan sosial. Awalnya cuma soal perempuan yang berselisih dengan polisi, lalu disebar sebagai isu agama. Ini bahaya ketika tidak ada verifikasi,” ungkapnya.